“Begini, bung..” Hatta mengambil jeda untuk menuntaskan paparannya.
“Bagi ku, polarisasi politik yang terjadi pasca pemilihan Presiden ke-7 lalu, perlu dihentikan.”
Belum beres Hatta menjelaskan analisisnya, Iwa dengan segera memotong pembicaraan itu.
“Polarisasi politik?” “Maksudmu bagaimana?” tanya Iwa.
“Munculnya faksi-faksi politik di tubuh rakyat, setelah proses pemilu dua tahun lalu, masih terasa hingga kini..”
“Ketidak berdayaan para pendukung politik masing-masing kubu, untuk bersatu dalam sebuah sistem kerja yang berjalan inheren dengan semangat dan cita-cita Republik, pada akhirnya menjalar kepada sikap politik masing-masing kelompok dalam memandang satu sama lainnya.”
Hatta belum terlihat ingin berhenti menjabarkan argumentasinya.
“Hal ini berakibat pada timbulnya polarisasi politik. Dua kelompok yang bertikai di Pemilu lalu, terus mereproduksi legasi pilihan politiknya, pada saluran-saluran kekuasaan yang lain. Konflik laten akibat pilihan politik ini, sungguh tak sehat di alam demokrasi modern kini..”
“Hahaha.. ini yang ku suka dari dirimu, bung. Daya analisis yang tajam terhadap sebuah fenomena, menjadikan argumentasimu kaya akan objektifitas. Hal yang langka dijumpai sekarang ini..” ucap Iwa menyambut paparan Hatta.
“Ah.. bung ini..” seloroh Hatta.
**