Dirut PLN Sofyan Basir menolak. Disinilah kemudian terjadi pangkal keributan. Sofyan Basir tidak mau didikte oleh pihak Sudirman Said. Dan kemudian Sudirman Said memunculkan suara bahwa PLN tidak mampu menangani 35.000 Megawatt, dibalik serangan Sudirman Said itu adalah mengganti seluruh jajaran direksi PLN untuk dan membentuk PLN yang bisa ia kendalikan. Suatu hari Sofyan Basir dilaporkan geleng-geleng kepala ketika membaca begitu banyaknya proyek proyek PLN dikuasai kelompok Jusuf Kalla. Inilah kenapa Sofyan Basir mengambil langkah pendek, agar proyek proyek PLN ditangani langsung anak perusahaan, agar tidak terjadi proyek mangkrak dan proyek yang hanya menghasilkan "jual beli ijin" proyek.
Di luar proyek PLN, Sudirman Said menunjuk Erry Haryana Hardjapamekas sebagai konsultan Inpex Masela. Penunjukkan ini adalah bagian dari penguasaan jaringan Sudirman Said untuk menguasai sektor energy, dimana Kuntoro ditempatkan di PLN, juga dengan Chandra Hamzah dan Erry sebagai konsulan Inpex Masela. Rizal Ramli mencium permainan ini kemudian memprotes keras permainan Sudirman Said.
Mendapatkan banyak laporan permainan Sudirman Said yang terlalu mengintervensi PLN, Presiden Jokowi melakukan tindakan pengawasan yang lebih ketat, ia ingin membereskan proyek-proyek mangkrak PLN dan menghajar Mafia Listrik. Dari gerakan Jokowi ini, Sudirman Said tidak diikutsertakan, Sofyan Basir mendapatkan angin dari Presiden Jokowi untuk berhadapan langsung dengan Sudirman Said dan membuka permainan Jusuf Kalla. Tapi Sofyan menolak bermain di muka publik, Sofyan melakukan itu di dalam istana ketika Presiden menggelar Rapat Terbatas soal listrik.
Presiden Jokowi mengadakan Rapat Terbatas (Ratas) pada 22 Juni 2016, dalam Ratas yang panas itu ada perdebatan antara Sudirman Said dan Sofyan Basir, Presiden melihat langsung bagaimana Sudirman Said dibuka kedoknya sebagai "pemain proyek" di lingkaran kekuasaan dan menjalankan proyek proyek Jusuf Kalla. Dan Presiden kemudian mengambil keputusan, Sudirman Said diberhentikan.
Pilkada DKI Dan Momentum Besar Sudirman Said
Penghentian Sudirman Said jelas pukulan besar bagi kelompok Jusuf Kalla dan Ari Soemarno, rencana mereka gagal total. Petral memang dibubarkan oleh Presiden Jokowi, namun kendali perdagangan tidak di tangan Ari Soemarno, karena Daniel Purba "orangnya Ari" yang jadi Dirut ISC, dicopot dan digantikan Toto Nugroho.
Proyek-Proyek JK yang mangkrak di PLN juga mendapatkan perhatian khusus Presiden Jokowi. Intinya misi Sudirman Said memanfaatkan kedudukannya untuk mengatur dan mengamankan proyek proyek Ari dan JK gagal total.
Namun nasib selalu membawa Sudirman Said pada momentum-momentum pergeseran. Ia melihat fenomena Pilkada DKI 2017 sebagai langkah maju untuk mengatur kemenangannya kembali setelah mengalami pemecatan dari jabatan Menteri ESDM.
Gencarnya aroma Pilkada 2017, lebih disebabkan pada sosok Ahok. Gambaran Ahok yang seakan menjadi "bayangan Jokowi" bisa diruntuhkan, bahkan saat sebelum Pilkada 2017, Â Ahok dengan berani menantang PDIP, Ahok juga berani menantang semua potensi politik, seraya mengumumkan dirinya adalah bagian dari politik non parpol. Di satu sudut Sudirman Said mulai memperhatikan Ahok dan menemui kekurangannya yang tepat.
Sudirman Said bergerak cepat, inilah saatnya ia bisa kembali lagi menguasai politik di Indonesia. Langkah pertama ia kumpulkan geng eks KPK. Sudirman Said memulai karirnya dengan mendirikan LSM Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) di awal tahun 2000, dari MTI ia kemudian menjadi tim pembentukan KPK, disinilah ia membangun jaringan orang orangnya, para alumni KPK sudah banyak mendapatkan jabatan, seperti Amin Sunaryadi eks wakil ketua KPK periode awal dijadikan Sudirman Said sebagai Kepala SKK Migas, Amin ini sampai sekarang menjadi informan bagi Sudirman Said hingga tidak begitu disukai oleh Menteri ESDM Jonan.
Sudirman Said-pun berhubungan dengan Jusuf Kalla, dan menghasilkan untuk mencari siapa kira-kira yang bisa "menggebuk" Ahok. Ada beberapa nama, tapi nama Anies Baswedan dinilai sangat tepat. Anies Baswedan adalah eks Rektor Paramadina, Jusuf Kalla  adalah Ketua Dewan Pembina Universitas Paramadina. Dulu sewaktu Nurcholish Madjid masih hidup, ia amat kepincut dengan pesona Sudirman Said, sehingga Sudirman Said diperintahkan untuk meneruskan kepemimpinan KPK, setelah meninggalnya Nurcholish Madjid, justru "orang-orang Cak Nur" dihabisi oleh kelompok Anies Baswedan, dan Sudirman Said terlibat dalam penggusuran kelompok Cak Nur. Dari sini kemudian terbentuk "Paramadina" yang baru dibawah Anies Baswedan dengan cukongnya Jusuf Kalla. Kemampuan dan kelihaian Anies Baswedan dalam meraih kepemimpinan dibaca JK dan Sudirman Said sebagai kartu yang tepat untuk "mempermalukan Jokowi", apalagi Anies Baswedan baru saja dipecat Jokowi. Maka mengajukan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta, menguasai kelas menengah, menggalang opini adalah langkah catur strategis untuk menguasai Jakarta dan mengepung Jokowi.