Mohon tunggu...
Limbuk Cangik
Limbuk Cangik Mohon Tunggu... -

Pengamat Sosial & Politik Nasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membongkar Misi Ganda Sudirman Said

7 Januari 2018   01:26 Diperbarui: 7 Januari 2018   01:45 6885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca persoalan KPK saat ini seperti membaca sebuah pertarungan moralitas penyelenggara negara, tapi apakah betul perterungan itu sebagai sebuah pertarungan "Moralitas Yang Murni"? , sebuah pertarungan yang didasari misi suci untuk menghajar koruptor dan menghabisinya, lalu menjadikan negara ini menjadi negara yang bersih dari kaum koruptor. Atau pertarungan ini sesungguhnya adalah pertarungan antar dalang, pertarungan politik yang menggunakan KPK sebagai "Proxy War" dalam pertarungan menuju 2019.

Kejadian demi kejadian dalam perseteruan KPK dengan Pansus DPR, kedua-duanya seperti memperlihatkan drama yang tak selesai, dan "kabur akan keadaan", Pansus DPR seolah-olah berusaha melindungi kepentingan kawan-kawannya dari seretan KPK, sementara KPK seperti "seolah-olah" berjuang membantai korupsi dan mengejar Setya Novanto sebagai sasaran utama untuk menggaet perhatian publik. Dan Setya Novanto juga melakukan aksi aksi konyol dengan peralatan menempel tubuh dan wajahnya di rumah sakit, sehingga dirinya mendapatkan "hinaan publik" luar biasa.

Tapi apakah itu yang sesungguhnya terjadi?, adakah persoalan besar dibalik itu?, lalu bagaimana bila yang terjadi sekarang adalah sebuah s pekulasi besar untuk membangun kekuatan politik baru. Ajuan pertanyaan ini bisa menjadi alat berpikir bagi masyarakat, bahwa tak semua pertarungan politik adalah soal "surat suara", rebutan pengaruh dan membuat akses di KPU, sampai pada penggiringan opini publik. Tapi politik sudah masuk ke dalam wilayah yang sama sekali tak terduga, yaitu digunakannya KPK sebagai sebuah alat untuk memenangkan keadaan.

KPK, Gagapnya Pansus DPR dan Permainan Politik Dibaliknya

Di masa Pilkada 2017, kasus Ahok adalah contoh bagaimana sebuah "isu sederhana" ala Buni Yani bisa bergulir dengan cepat menjadi isu besar yang massif.  Bahkan siapa kira karena isu yang sederhana itu Ahok justru yang dipenjara. Padahal di masa masa sebelum Pilkada, nyaris seluruh analis analis politik, dan perbincangan rakyat menempatkan Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017-2022 terkuat.

Ini artinya politik tidak lagi semata mata sebagai sebuah pertarungan memperebutkan suara dengan cara cara konvensional, tapi sudah ada cara cara baru dalam berpolitik bahkan lebih brutal lagi, yaitu digunakannya lembaga negara yang kredibel untuk pertaruhan politik.

Masih ingatkah anda dengan kasus Abraham Samad, yang melakukan negosiasi politik dengan PDIP, untuk dia dicalonkan menjadi Wakil dari Jokowi, dalam proses kampanye politik 2014, dimana KPK dengan mudah dijadikan alat dalam transaksi politik oleh Abraham Samad? Maka konflik KPK, Pansus KPK dan Setya Novanto, sebenarnya adalah gambaran soal konstelasi perang politik 2019 dan perang sebenarnya dilangsungkan dalam Proxy War dengan memanfaatkan "Kasus-Kasus KPK".

Segitiga Panas Permainan : Setya Novanto, KPK dan Pansus DPR

Menjadi pertanyaan penting disini, apakah KPK tidak bermain dalam mempengaruhi politik nasional, dan KPK dijadikan kartu oleh banyak pemain pemain yang memiliki kepentingan besar.

Apalagi kasus Setya Novanto mengundang perhatian banyak orang karena memang gaya hidup Novanto sendiri cenderung hedonis, ia memiliki rumah besar di Kebayoran Baru yang amat mewah, dikenal sebagai "Sinterklas Politik", namun diluar penilaian negatif terhadap Novanto, ia memiliki penciuman yang kuat untuk selalu bertahan dan mampu menjebak lawan politiknya untuk menelanjangi dirinya .   

Golkar menjadi kursi paling panas dalam perimbangan politik di tanah air, dan Novanto mampu merebut kekuasaan di Golkar. Namun intrik KPK ini sebenarnya bermula dari usaha usaha perebutan kekuasaan di Golkar antara Faksi Novanto dengan Faksi Jusuf Kalla, hanya saja JK tidak bermain langsung, banyak tangan yang bermain dalam perseteruan di Golkar ini, sementara JK mengesankan dirinya berada di luar sistem medan pertarungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun