Hanya senyuman yang diterima Silvi sebagai tanggapan. Bola mata kebiruan kepunyaan Silvi bergerak meneliti paras oriental ayahnya. Menakar-nakar masihkah wajah itu sepucat kemarin?
“Kalau masih sakit, Ayah istirahat aja.”
“Ayah mau temenin Silvi. Ayah nggak butuh istirahat lagi, Sayang.”
Senyum Silvi melebar. Dari Lebaran ke Lebaran, ayahnya tak pernah berubah: tetap menemani putri semata wayang. Meski Silvi tidak selalu bisa menemaninya di malam Tahun Baru Imlek. Calvin menemani dan menyayangi putrinya tanpa syarat, tanpa pamrih.
Tapi...
Benarkah Calvin tak butuh istirahat? Lingkaran hitam di bawah mata sipitnya, rona pucat yang belum lenyap, dan sesak yang sesekali merayapi dada menunjukkan bahwa perkataannya kamuflase semata. Lelaki yang tak pernah menikah itu hanya ingin menyenangkan Silvi.
“Apa rencanamu besok, Silvi?” tanya Calvin perlahan.
“Mau ke rumah Oma. Ada open house,” sahut Silvi riang.
“Ayah ikut, kan?” lanjutnya penuh harap.
Betapa kecewa Silvi melihat Calvin menggeleng. Sang ayah menghela napas berat sebelum berujar.
“Kamu sama teman-teman saja ya, Nak. Biar Ayah di sini.”