Jose terpaku, sempurna terpaku. Tenggorokannya terasa sakit. Terpagut kesedihan.
"Kamu ini kepala keluarga, jangan pikirkan kepalamu sendiri. Dan...memangnya kamu tidak rindu traveling bersama keluargamu?"
Traveling? Mata Jose berembun. Ya, ia rindu traveling. Rindu desir pasir pantai, desah angin lembah, hawa sejuk pegunungan, dan bisikan menantang gurun pasir. Jose rindu melihat Menara Eiffel, Sungai Thames, Danau Ontario, Hagia Sofia, Menara Kembar, dan The Great Wall. Telah puluhan purnama berlalu sejak terakhir kali Jose menyambangi negeri leluhurnya, Tiongkok. Masih segar dalam ingatan Jose. Bagaimana dulu ia dan Calvin sempat dikira warga lokal dan diajak bicara Bahasa Mandarin ketika mereka berlibur ke Negeri Tirai Bambu.
"Come on, Jose Gabriel Diaz. Tinggalkan kursi rodamu. Ambil kaki palsu yang kutawarkan."
Dan...
Bangkitlah kesadaran itu. Bangkitlah ruh seorang kepala keluarga. Jose harus segera kembali dengan kodratnya. Di sini, ada Alea dan Arini yang setia menanti.
Anggukan singkat Jose membuncahkan bahagia. Calvin bahagia sekali melihatnya. Alea memeluk Jose. Air mata mengalir turun, membasahi pipinya yang cantik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H