"Sivia, Calvin sakit. Cepat ke RS ya. Nanti aku share lokasi."
Jantungku bagai berhenti berdetak. Calvin sakit? Cepat-cepat kutinggalkan makan siangku. Aku berlari menuju lift. Di luar apartemen, kuhentikan taksi. Perjalanan ke rumah sakit terasa sangat lama. Semoga tidak terjadi hal buruk pada malaikatku.
** Â Â
Alea berbohong, begitu pikiran pendekku bersuara. Calvin ada di koridor rumah sakit. Tidak berbaring di ranjang putih, tidak memakai selang infus. Dia bahkan masih mampu berjalan dengan kedua kakinya bersama Arini.
Apakah ini jebakan? Bukan, kata hatiku mengatakan demikian. Tak dapat kupungkiri, hatiku dialiri rasa syukur. Calvin kelihatannya baik-baik saja, meski wajahnya pucat.
"Princess..."
Calvin memelukku. Kami berpelukan, erat dan lama. Arini mundur selagkah. Tersenyum memperhatikan kami.
"Calvin, are you allright?" bisikku.
"Yes, I'm fine." Ia membelai kepalaku. Mengecup keningku hangat.
"Aku juga tidak tahu kenapa aku dibawa ke sini. Padahal aku hanya kena radang tenggorokan. Tapi aku disuruh tes darah. Jose dan Alea berkeras membawaku ke sini."
"Dimana mereka?"