Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Malaikat, Lily, Cattleya] Lily Berguguran

27 September 2019   06:00 Diperbarui: 27 September 2019   06:01 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Bermuda Easter Lily (www.thebermudian.com)

Lily Berguguran

Ayunan tanganku menghantam punggungnya. Satu, dua, tiga, empat, lima kali pukulan bertubi-tubi kulayangkan pada malaikatku. Kutangkap ketegaran di raut wajahnya. Tak sekali pun ia mengeluh, marah, atau menampakkan tanda perlawanan. Dihadapinya siksaanku dengan tabah.


Plak!

Pada pukulan kelima, dia jatuh berlutut. Hatiku mendingin. Biar, biar dia merasakan seluruh pengalaman traumatisku. Toh dia sendiri yang memintanya.

Percayakah kalian? Calvin memintaku melukainya tiap kali aku ingin melukai diri sendiri. Hanya ada tiga kemungkinan terkait permintaannya itu: kegilaan, kebodohan, atau cinta yang hakiki.

Ow Dear, tentu saja kupenuhi permintaannya dengan senang hati. Kapan lagi aku bisa melampiaskan emosi terpendamku pada orang lain? Di luar dugaan, ternyata belahan jiwaku rela dilukai berkali-kali. Kesempatan ini tak boleh dilewatkan.

Mungkin kalian menyebutku orang jahat. Tuduhlah aku telah melakukan kekerasan dalam pernikahan. Big no...jangan cepat-cepat menjudge sebelum kalian merasakan sendiri. Jangan pernah menghakimi sebelum kalian berempati. Penghakiman tak berharga dibandingkan empati.

Lagi-lagi kuhantamkan pukulanku ke tubuhnya. Terdengar erangan kesakitan tertahan. Ya, malaikatku mulai kesakitan. Menyesalkah aku? Bbelum. Dia sendiri yang mempersilakannya.

Bayang-bayang trauma masa lalu membekap jiwaku. Anak-anak yang membullyku, mengatai mataku seperti monster. Seorang anak lelaki mengunciku di kelas kosong dan menyeretku ke sudut ruangan. Anak lain, bertubuh lebih besar, memukuli mata biruku yang cantik selama berbulan-bulan. 

Keluarga mantan kekasihku, yang memberi penolakan lantaran diriku terlahir sebagai minoritas. Mereka golongan feodal yang masih gemar mengkotak-kotakkan orang lain atas nama Pribumi dan WNI keturunan asing. Seorang Frater muda, mengusirku dari rumah retret. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun