"Calvin, ayo...ayo ke unit Hematologi. Kamu sudah ditunggu." bujuk Alea seraya menarik lengan Calvin.
Seulas senyum menghiasi wajah pucat tapi tampan itu. "Alea, aku tahu kamu toleran...seperti tolerannya Cattleya pada cahaya matahari. Sebentar lagi ya."
Mata sipit bening itu, senyuman itu, meluluhkan Alea. Dibiarkannya sang suami kembali ke ruang tunggu. Ketika itulah Calvin bertemu pandang dengan gadis cantik berambut hitam dan berwajah bule. Gadis berskinny jeans itu terburu-buru menuju kasir. Samar mereka dapat mendengar dialog antara si gadis dan kasir rumah sakit.
"Tolonglah...saya belum punya uang sebanyak itu. Kenapa tes bebas narkoba sangat mahal?"
"Memang begitu prosedurnya. Biaya tes narkoba sesuai Perda."
"Saya benar---benar membutuhkan tes ini..."
Si gadis berparas bule nyaris menangis. Keputusasaan tergambar di wajahnya. Calvin mengenali, sangat mengenali. Denyut kecemburuan menjajah perasaan Alea begitu mendengar Calvin membisikkan sepotong nama: Rossie.
Mengabaikan protes Alea, Calvin bergegas mendatangi Rossie. Sempat terbaca olehnya sejumlah angka di nota pendaftaran tes narkoba. Diulurkannya beberapa lembar uang ratusan ribu ke meja kasir.
"Calvin?" gumam Rossie tak percaya.
"Kali ini kumohon jangan menolak bantuan sahabatmu, Rossie."
Sahabat? Bukan, mereka pernah menjalin rasa lebih dari sekedar sahabat. Tapi itu masa lalu.