Desiran menghebat di hati Alea. Calvin mencium keningnya. Ciuman terhangat di pagi yang dingin. Ciuman dari pria berhati malaikat. Pria yang rela mengundurkan diri dari perusahaan keluarga, melewatkan kesempatan menjadi direktur, dan memilih menjadi orang biasa demi merawat anak spesial.
Cairan kental apa ini? Tangan Alea menyentuh kening, di tempat tadi Calvin mengecupnya. Ia terbelalak. Noda merah menempel di tangan.
Tatapannya berpindah. Apa yang ditakutkannya terjadi. Darah mengalir dari hidung dan sudut bibir Calvin.
"Calvin...darah." desis Alea panik.
"Aku tidak apa-apa, Alea. Tidak apa-apa." Calvin berbisik lemah, sadar betul tubuhnya makin sulit diajak bekerjasama.
"Kita ke rumah sakit ya."
"Nope. Aku...uhuk."
Argumennya terpotong. Calvin terbatuk. Detik berikutnya, ia muntah darah.
** Â Â
BMW putih itu melaju kencang menuju rumah sakit. Alea duduk di bangku belakang sambil terisak. Digenggamnya tangan Calvin erat.
Hati Calvin teriris. Tidak, ia tidak bisa melihat istrinya meneteskan air mata. Hanya air mata kebahagiaan yang boleh menuruni pipi Alea.