"Makanya, pinteran dikit dong kalo mau pergi-pergi. Kamu pakai jas dan dasi begitu...ya jadi mangsa empuk merekalah. Liat nih, aku pura-pura berhija. Aman jadinya." cerocos si gadis tanpa beban.
Ayah Calvin terpana mendengarnya. Siapakah gadis unik ini? Di tengah kekacauan ibu kota, dia masih bisa tertawa riang.
"Aku Sivia Gabriella Tendean. Kamu?"
Di luar dugaan, gadis itulah yang mengenalkan diri duluan. Ayah Calvin menjabat tangannya.
"Calvin Wan."
Tendean? Kenapa ia merasa familiar dengan nama itu? Ayah Calvin memandang Sivia dari atas ke bawah. Sivia bertubuh langsing. Kulit wajah glowing dipadu dengan sepasang mata biru pucat membuatnya tampak begitu menawan. Gamis putih panjang terjurai anggun membalut tubuhnya.
Tunggu, mata biru itu? Mengapa seperti mata Revan? Pikir Ayah Calvin. Orang Indonesia bermata biru sangat langka. Ia yakin sekali, Sivia ada hubungannya dengan sahabat Manado Borgonya itu.
Anak dalam gendongan Ayah Calvin merintih kesakitan. Ayah Calvin memeluknya lebih erat, berbisik menenangkan. Giliran Sivia terpesona. Tampan sekali pria di depannya ini. Daya pikatnya begitu kuat. Care, kind, and fatherly, bisik hati kecilnya.
** Â Â
Kejadian itu mendekatkan Ayah Calvin dengan Sivia. Hampir tiap hari mereka bertemu. Awalnya karena sama-sama mengurus anak korban kerusuhan itu. Setelah si anak sembuh dan kembali ke rumah orang tuanya, pertemuan mereka makin intens.
Dua tahun berlalu. Ayah Calvin dan Sivia tak terpisahkan. Kemana-mana selalu berdua. Dunia seakan hanya milik mereka. Bahkan, Ayah Calvin pun mengizinkan Sivia masuk ke ruang kesakitannya.