"Kamu tahu dari mana, Nak?"
"Silvi liatin foto-foto pernikahan Ayah sama...sama Bunda Sivia."
Saat mengucap dua kata terakhir, tenggorokan Jose terasa sakit. Akhirnya ia tahu siapa Bundanya. Tahu namanya, melihat wajahnya, tetapi tak bisa merengkuhnya.
Menit berikutnya, kemarahan dan kekecewaan Jose tak tertaankan. Anak itu berteriak-teriak menyalahkan sang ayah. Gelas kristal, piring porselen, sendok emas, dan mangkuk perak beterbangan. Jose mengambil garpu, lalu menusukkannya ke tangan kiri. Susah payah Ayah Calvin berusaha mencegah Jose melukai diri.
"Ini..." gumam Ayah Calvin seraya mengulurkan tangan kanannya.
"Lukai saja tangan Ayah. Asal bukan dirimu sendiri."
Srettt...
Tangan Ayah Calvin terluka. Darah menyembur keluar. Jose kecewa, sungguh kecewa.
Tak terdengar sedikit pun erang kesakitan. Tak ada keluhan, tak ada bentakan kemarahan. Ayah Calvin mengobati lukanya sendiri. Sementara itu, Jose menatapnya lekat tanpa menghapuskan rasa sedih dan kecewa.
"Dari dulu Jose tanya tentang Bunda! Tapi Ayah nggak mau jawab! Jose tahunya dari orang lain!" teriak Jose. Kekesalannya tertumpah. Balon kesedihannya pecah.
Pelan-pelan Ayah Calvin mencoba memeluk Jose. Meraih tubuh anak tunggalnya ke pangkuan. Kali ini Jose menurut. Wajah tampannya masih dipenuhi gurat kemarahan.