Bukan Calvin Wan namanya bila tenggelam dalam kesakitan terlalu lama. Diraihnya iPad. Ia buka artikel terbarunya. Sebuah renungan tentang melihat gelas setengah isi dan setengah kosong. Gelas hanyalah analogi. Maksud sebenarnya, Calvin ingin mempengaruhi pikiran pembacanya untuk melihat permasalahan dari segi positif. Jika terus-menerus melihat sesuatu dengan negatif, yang akan muncul adalah perasaan lelah.
"Artikelmu hari ini bagus, Calvin." puji Revan.
"Sudah ku-share di WA grup dosen dan pimpinan universitas."
Calvin hanya tersenyum. Ia melirik ke kaca. Revan mengarahkan mobil ke sebuah cafe favorit mereka.
** Â Â Â
Cafe bernuansa vintage itu tak berubah. Kursi-kursi dan meja kayu, lantai parket, dan perabotan berwarna coklat gelap menciptakan kesan teduh. Tak banyak pengunjung ketika Calvin dan Revan tiba. Seperti biasa, pilihan mereka jatuh pada meja di dekat panggung.
"Lama banget kita nggak ke sini ya, semuanya masih sama." Revan berkomentar.
"Yups. Kamu kelamaan sih tugas mengajarnya." Calvin setengah menggoda.
"Bukan aku yang mau, Calvin. Tapi kampusku..." Revan membela diri.
Waiters datang menanyakan menu. Revan memilih menu yang sama: Sirloin steak dan vanilla milkshake. Calvin tak memesan apa pun. Sukses membuat Revan kebingungan.
"Kenapa?" tanya Revan begitu urusan menu selesai.