"Seluruh karyawanku tahu. Tapi teman-teman bloggerku tidak. Aku ingin memisahkan dunia nyata dan dunia maya. Aku selalu bertemu para blogger saat sehat. Mereka tak perlu tahu aku sakit." Calvin menjawab tegas. Memperlihatkan prinsipnya tentang memisahkan dunia nyata dan dunia maya.
"I see. Kini, kulihat sisi rapuhmu...ah!"
Calisa berteriak kecil. Rambut Calvin rontok. Beberapa helainya menempel di tangan Calisa.
"Tidak apa-apa, Calisa...tidak apa-apa." kata Calvin lembut.
"Sudah lama begitu sejak berganti unit dialyzer. Banyak pasien hemodialisa mengalaminya."
Belum sempat Calisa menanggapi, iPhone Calvin berdering. Request Skype dari Silvi. Ada apa Silvi menghubunginya duluan? Tak biasa. Tahu diri, Calisa mundur sejauh mungkin dari bed.
"Iya, Silvi Sayang. Ada apa?" sapa Calvin penuh kasih sayang.
"Hari ini Revan pulang dari Manado. Pesawatnya jam lima sore. Dia ingin kau yang menjemputnya."
To the point. Tanpa sapaan, tanpa pertanyaan, tanpa sentuhan kepedulian. Silvi tak peduli suaminya baru saja menjalani cuci darah. Ironis.
"I will. Aku juga kangen Revan. Lama tak bertemu dengannya." janji Calvin.
Klik. Silvi mengakhiri sesi Skype begitu saja. Dingin, minus kemesraan.