"I'm good."
Pandangan mereka bertabrakan. Mata sipit Calvin bertemu mata biru Revan. Terlihat jelas pucatnya wajah Calvin. Keseimbangannya pun kurang baik. Calvin tak setegap dan seatletis dulu. Tubuhnya seperti menyusut, kurus dan kehilangan kekuatan. Walau tetap rupawan.
"Kenapa kau tanya itu?" Kini Calvin balik bertanya.
"Jangan sembunyikan apa-apa dariku dan Silvi. Kau bisa menipu sahabat-sahabat yang lain. Tapi, jangan harap kami tertipu." sahut Revan tajam.
"Aku memang baik-baik saja, Revan. Buat apa khawatir?"
Klise, sangat klise. Revan benci cara Calvin menyembunyikan sesuatu. Jelas-jelas Calvin sakit. Sudah tak bisa disembunyikan lagi.
"Hmmmm whateverlah. Aku tetap yakin pada mata hatiku sendiri."
Sejurus kemudian, Revan berbalik ke kaki tangga. Bersiap naik ke lantai atas. Satu kakinya melayang di anak tangga terbawah. Calvin menyambar lengannya.
"Come on, aku tidak menyembunyikan apa pun. Jangan childish begini, Revan. Ayo temani aku ke pantry. Ada menu spesial buat kamu."
"Apa? Nasi hainam?"
Calvin mengangguk, tersenyum lebar. Mau tak mau Revan menurut. Dia mengikuti langkah Calvin ke pantry.