Calvin menatap masygul kepergian Calisa. Hatinya sakit dan menyesal. Andai saja Calisa memberinya kesempatan untuk berubah, mungkin mereka masih bersama. Mungkin Goldy akan punya Mommy. Mungkin Calisa tak perlu dikejar-kejar perasaan bersalah.
** Â Â Â
"Mas Cinta...Mas Cinta, buka pintunya."
Ketukan halus berubah menjadi gedoran. Tangan Calisa bergetar hebat, wajahnya pucat pasi. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Seorang pria berjas dan berdasi dark brown melangkah keluar dari ruang kerja.
"Hei Young Lady...are you ok?" sapa pria itu.
"I'm not ok. Mas Cinta, aku takut."
Calisa terisak, menghambur ke pelukan saudara tirinya.
Kata orang, mereka saudara lain ayah. Namun terlahir dari ibu yang sama. Beberapa tahun lalu, takdir mempertemukan mereka. Wahyu Sasono dan Calisa Karima. Bahagia? Tentu saja. Siapa yang tak bahagia bertemu saudara sendiri yang telah lama terpisah?
Wahyu sangat menyayangi Calisa. Sudah lama ia memperhatikan Calisa dari jauh. Ia terinspirasi dari adik tirinya itu. Sampai-sampai Wahyu melekatkan panggilan khusus pada Calisa: Young Lady. Tak mau kalah, Calisa memberikan panggilan khas untuk kakaknya: Mas Cinta. Rekan-rekan sesama blogger pun memanggilnya begitu.
Sejak menemukan Calisa, Wahyu begitu menyayanginya. Sangat mempedulikan Calisa. Tak hanya memperhatikan, ia pun sering menolong Calisa di saat sulit. Ketika Calisa sempat mengundurkan diri dari media citizen journalism tempatnya mengaktualisasi diri sebagai blogger, Wahyu menawarinya pindah ke media sebelah. Di media yang lain itu, ternyata Calisa masih kesulitan. Lalu, apa yang dilakukan Wahyu? Tiap pagi, Wahyulah yang menayangkan tulisan-tulisan Calisa. Ia melakukannya, setiap hari, tanpa kenal lelah dan jemu. Ia lakukan itu dalam waktu lama, sampai Calisa akhirnya kembali ke media yang dianggapnya sebagai rumah pertama. Calisa tak pernah menceritakannya pada siapa pun. Yang jelas, ia berterima kasih pada saudara lain ayahnya itu.
"Mas Cinta, tadi aku ketemu Calvin." Calisa setengah terisak.