Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Hati yang Rapuh

19 Oktober 2017   05:50 Diperbarui: 19 Oktober 2017   05:59 1526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudahlah. Nanti kalau memang takdirnya, kalian pasti bertemu. Malah rujuk kalau bisa. Mana hasil lab-nya?"

**      

9 Desember kembali berhujan. Melawan demam dan rasa sakitnya, Calvin nekat berziarah ke makam putrinya. Meletakkan sebuket bunga mawar putih kesukaannya. Tak seperti Calisa yang menyukai white lily, Fransisca lebih suka mawar. Menurut Fransisca, mawar jauh lebih cantik dari lily.

Hujan seakan menjadi air mata kesedihan. Seakan belum cukup penderitaan hidupnya, Calvin kembali dihadapkan pada sebuah vonis. Infertilitas sekunder. Kesulitan memperoleh keturunan kedua. Bila pun Calvin menikah lagi, ia takkan bisa mempunyai anak. Penyebabnya karena stress, faktor psikologis, usia, dan pemakaian beberapa obat-obatan dalam jangka panjang. Obat-obat anti depresan yang pernah dipakainya mematikan harapannya untuk memiliki anak lagi. Calvin boleh saja tetap terlihat tampan di atas usia 40 tahun, namun ketampanan fisik tak menjamin kondisi kesehatannya sempurna pula. Buktinya, usia dan kesehatan Calvin sudah tak memungkinkan lagi untuk mendapatkan keturunan kedua.

Di sinilah Calvin melabuhkan kesedihannya. Ia sandarkan hati yang rapuh di makam putrinya. Mengelus lembut nisan Fransisca, Calvin mulai bercerita. Ia ceritakan kegundahan dan kesedihannya. Rindu pada Calisa pun tak luput dia ceritakan.

"Daddy rindu Mommy, Sayang. Sekarang Daddy sudah tidak bersama Mommy lagi. Daddy harap, Fransisca tidak kecewa. Maafkan Daddy, Sayang." lirih Calvin.

Hujan kian deras. Rinai hujan yang turun membasahi tanah menambah suasana sendu di sekeliling pemakaman. Tetesan hujan ibarat air mata yang merepresentasikan kesedihan.

"Daddy punya alasan untuk menceraikan Mommy. Setelah Fransisca meninggal, Daddy menyesal. Mommy pasti marah dan tidak bisa memaafkan Daddy. Dari pada membuat Mommy tersiksa, lebih baik Daddy berpisah." Calvin menyeka matanya.

"Daddy mencintai Mommy, sama seperti Daddy cinta Fransisca. Cinta tak selamanya harus memiliki kan, Sayang?"

Air matanya terjatuh. Tepat di atas nisan berukiran nama Fransisca. Kali ini Calvin tak menyekanya. Membiarkan saja. Bukankah tak semua air mata itu buruk? Siapa bilang air mata hanya milik wanita? Pria pun berhak mengekspresikan kesedihan dan kehilangan mereka dalam bentuk air mata.

"Sekali lagi, Daddy minta maaf. Semua ini salah Daddy. Tapi Fransisca harus tahu. Daddy cinta sekali sama Fransisca. Daddy juga sangat mencintai Mommy. Meski telah lama berpisah, meski mungkin saja Mommy tidak mencintai Daddy lagi..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun