Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Seorang Penyanyi Cafe yang Mencintaimu

4 September 2017   04:42 Diperbarui: 4 September 2017   18:17 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percayakah kalian pada ungkapan "love at the first sight"? Calvin mempercayainya. Pagi ini, ia merasakannya sendiri.

Koridor panjang bercat putih itu bagai jalan menuju akhirat. Putih, ia benci warna itu. Sudah lama ia terpenjara di dalam bangunan serbaputih ini. Melewatkan waktu berjam-jam di ruangan besar penuh berisi tabung oksigen, infus, elektrokardiograf, dan alat-alat penunjang kehidupan lain entah apa namanya itu. Menelan puluhan butir obat setiap hari. Menyandarkan harapan hidup pada obat dan peralatan medis.

Setidaknya ada Suster Ghea, sepupunya, yang selalu ada untuknya. Suster Ghea mengerti kondisi fisik dan psikologis Calvin. Setengah jam sekali, ia selalu menyempatkan diri melihat keadaan sepupu tercintanya.

"Kamu ingin jalan-jalan?" tanya Suster Ghea lembut.

"Boleh, kan?" Ada nada membujuk dalam suara Calvin.

"Sesekali saja...ayolah."

Sejenak berpikir, Suster Ghea mengangguk. Menggandeng tangan Calvin meninggalkan paviliun rumah sakit.

Di sinilah kini ia berada. Menyusuri koridor panjang bercat putih bersama Suster Ghea. Melewati sal demi sal. Mendengar berbagai macam suara, mulai dari rintih kesakitan, tangis kesedihan, dan suara seseorang yang sedang bercanda atau tertawa dari balik pintu-pintu ruangan yang dilewati. Unit kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 mereka lewati.

"Ghea, berada di paviliun itu membuatku kesepian. Merasa tersisihkan dari orang lain." ungkap Calvin.

"Seharusnya kamu bersyukur, Calvin. Tidak semua pasien mampu membayar biaya paviliun. Lebih banyak yang kesulitan membiayai perawatan di sini." Suster Ghea mengoreksi, lembut dan sabar.

"Jujur kukatakan, aku kasihan pada pasien-pasien yang berobat di sini. Tidakkah rumah sakit ini lebih memprioritaskan segi komersial dibanding pelayanan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun