Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Seorang Penyanyi Cafe yang Mencintaimu

4 September 2017   04:42 Diperbarui: 4 September 2017   18:17 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tengah malam, Sofia baru tiba di apartemen. Pikirannya kalut. Tadi siang ia bertemu lagi dengan Albert, cinta pertamanya. Seorang Jesuit yang menolak kebaikan keluarganya dengan angkuh dan penuh harga diri bertahun-tahun lalu. Seorang pria yang telah ditahbiskan dua tahun lalu. Pria itulah yang mematahkan hati Sofia dan membuatnya tidak ingin menikah.

Albert takkan terganti di hati Sofia. Karena Albertlah Sofia mengeraskan dan membekukan hatinya. Ia menutup hatinya dari cinta pria mana pun. Sofia bertekad hidup sendiri tanpa menikah. Begitu kejamnya cinta sampai-sampai membuat seorang wanita cantik enggan membuka hati.

Sofia melemparkan high heelsnya begitu saja. Tepat mengenai lemari kaca. Suara kaca pecah terdengar di apartemen itu.

Masih segar dalam ingatan Sofia bagaimana Albert mencampakkannya. Menampik kebaikan hati keluarganya. Mengabaikannya, berkata kasar padanya, dan meninggalkannya.

Kenangan pahit itu menyakitkan. Sofia benci harus mengingatnya lagi. Luka lama terbuka, mengalirkan darah segar hingga menimbulkan infeksi. Albert tak mengerti betapa sakitnya hati Sofia. Begitu mudahnya Albert "membuang" Sofia dari hidupnya. Sedangkan Sofia harus hidup bertahun-tahun di bawah bayangannya.

Ajakan move on dari semua orang tak pernah digubrisnya. Mereka semua tidak tahu perasaan Sofia. Mereka yang mengatakan untuk sabar, move on, melupakan, memaafkan, dan semacamnya, hanya bisa berteori saja. Kenyataannya, Sofialah yang menghadapi. Sofialah yang merasakannya.

Dulu Sofia pernah menggunakan tulisan dan musik sebagai media katarsis. Berbicara pada boneka-bonekanya pun pernah ia lakukan. Namun belakangan ini semua media katarsis itu tak lagi terasa bermanfaat olehnya. Menulis, bermain musik, dan berkomunikasi dengan benda kesayangan sudah tak manjur lagi.

Sejurus kemudian Sofia membanting pigura foto Albert. Merobek foto-foto pria di masa lalunya.

"Ini semua karena kamu, Albert! Beraninya kamu merusak semuanya! Sebesar apakah hutang budi yang kamu miliki pada kongregasimu itu?!" Sofia berteriak penuh emosi. Ia hanya sendiri. Saat sendiri itulah Sofia bisa melampiaskan perasaannya. Tak perlu lagi bersembunyi di balik sikap anggun dan senyum cantik. Terlalu besar gengsi Sofia untuk memperlihatkan kesedihannya di depan orang lain.

Puas menghancurkan foto-foto Albert, akhirnya ia menemukan surat Calvin.

Dear Nona Sofia,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun