"Kamu?"
"Ya, aku. Syarif." ucap pria yang duduk di sofa itu.
Sebenarnya, Syarif tak kalah kaget. Melihat perubahan drastis pada fisik Tuan Calvin. Benaknya menarik benang konklusi. Pria berdarah keturunan yang tetap tampan dalam sakitnya, begitulah kesimpulan yang dirangkainya. Dalam sekali lihat, tahulah Syarif kalau Tuan Calvin sakit. Sakit yang benar-benar parah. Menggerogoti tubuhnya dari dalam.
"Sayang, dia yang akan mendonorkan hatinya untukmu." ujar Nyonya Calisa, tersenyum lembut.
"Calisa...kamu yakin?" lirih Tuan Calvin.
"Seratus persen. Dokter sudah melihat hasil tesnya, dia bahkan meyakinkanku."
Keheningan yang berlalu sangat menyakitkan. Terasa mencekam. Nyonya Calisa beralih menatap Syarif.
"Kamu mau mendonorkan hatimu kan? Syarif, sekarang kamu sudah lihat sendiri bagaimana kondisi suamiku. Calvin benar-benar sakit, Syarif."
Ucapan Nyonya Calisa terdengar lembut dan penuh harap. Syarif memandang sepasang suami-istri yang sangat serasi itu bergantian.
"Kalian pikir aku mau mendonorkan hati dengan Cuma-Cuma?" Pertanyaan skeptis itu meluncur begitu saja.
"Apa yang kamu inginkan, Syarif? Berapa pun kamu minta..." Tuan Calvin balik bertanya.