"Ayah, boleh Clara tanya sesuatu?" Gadis kecil berambut panjang itu menatap Ayahnya ragu. Sebentuk pertanyaan sudah siap ia lontarkan.
"Boleh, Clara." Tuan Calvin mempersilakan, balas memandang mata anak perempuannya. Penuh perhatian, menanti sang buah hati bicara.
"Akhir-akhir ini, Ayah sering sakit ya?"
Tuan Calvin terhenyak. Satu hal yang paling dihindarinya tiap kali bersama Clara: membahas penyakitnya. Cukup satu kali Tuan Calvin membicarakan penyakitnya di depan Clara. Itu pun lewat surat. Surat cinta yang khusus ditulisnya untuk putrinya dua setengah tahun lalu. Kini Clara bertanya lagi tentang penyakitnya.
"Iya, Sayang. Tapi Clara tak perlu khawatir. Ayah akan sembuh." jawab Tuan Calvin akhirnya.
Clara menyandarkan kepalanya di dada Tuan Calvin. "Ayah...cepat sembuh ya? Clara nggak mau kehilangan Ayah. Clara hanya mau bersama Ayah Calvin Wan."
Jujur, tulus, dan diucapkan dengan hati. Tuan Calvin trenyuh. Ia merengkuh Clara ke pelukannya. Andai saja tubuhnya tak digerogoti kanker ganas. Andai saja ia tak perlu waswas setiap saat. Tubuh ini hanya rapuh dan menunggu. Menunggu waktu kematian yang tepat. Kecuali ada donor hati sebagai penyelamat. Sampai saat ini, Tuan Calvin belum mendapatkan donor hati.
** Â Â Â
Langkah kaki Nyonya Calisa terhenti. Lewat celah pintu ruang bermain Clara, ia melihatnya. Tuan Calvin memeluk Clara. Ia tak ingin mengganggu keduanya. Biarkan saja mereka punya waktu berdua. Sama seperti dirinya, Clara berhak memiliki Tuan Calvin. Alhasil, Nyonya Calisa bersikap dewasa. Memberi kesempatan ayah dan anak itu berdua saja. Mengesampingkan rasa cemburu yang menyeruak pelan ke sudut hatinya.
Satu sisi lain Nyonya Calisa yang jarang diketahui: pencemburu. Namun kecemburuannya masih dalam batas wajar. Nyonya Calisa pandai mengelola perasaan. Termasuk mengelola rasa cemburu.
Rasa cemburu luas maknanya. Seperti juga rasa cinta. Dulu, wanita berdarah campuran Sunda-Belanda itu sering merasa cemburu pada Mamanya. Tiap kali Mamanya terlalu memperhatikan anak orang lain, Nyonya Calisa pastilah cemburu. Namun ia lebih sering menyimpannya dalam hati. Seperti biasa, Nyonya Calisa ingin menghindari konflik.