"Oh Calvin, jangan sebut-sebut itu lagi. Kamu sempurna dan kuat, Calvin." cegah Nyonya Calisa setengah panik.
"Kenyataannya aku memang mandul, Calisa. Apa lagi yang harus dibantah?"
Seketika Nyonya Calisa teringat pembicaraannya dengan Nyonya Lidya. Ia tak menceritakannya. Berbahaya bagi kondisi psikologis Tuan Calvin. Pertemuan rutin keluarga pun berbahaya.
** Â Â Â
Di antara para menantu dalam keluarga besar itu, Tuan Calvin yang paling tampan. Berbanding lurus dengan Nyonya Calisa di antara saudara-saudaranya. Sayangnya, sambutan Nyonya Lidya berubah dingin saat berhadapan dengan menantunya yang paling tampan itu.
"Hmm...kamu datang juga." tukas Nyonya Lidya. Menolak saat Tuan Calvin ingin menjabat tangannya.
Sedih dan menyesal, Tuan Calvin menarik kembali tangannya. Tak menduga sikap Nyonya Lidya seperti itu. Nyonya Calisa memandang masygul ibu kandungnya.
Sikap anggota keluarga lainnya tak jauh berbeda. Tuan Calvin tak lagi dipuji dan disambut hangat. Tatapan-tatapan tajam kini tertuju ke arahnya. Menuntut tanpa kata: masih pantaskah pria infertil sepertinya berjalan di samping Nyonya Calisa?
"Maafkan mereka ya...?" bisik Nyonya Calisa.
"Tidak apa-apa." Tuan Calvin menenangkan. Berusaha mengabaikan sikap sinis dari keluarga istrinya.
"Kamu kuat ya? Semuanya akan baik-baik saja."