"Aduh...maaf merepotkan. Kalian baik sekali," sambut dua orang pengurus panti.
"Terima kasih. Jazakumullah khairan katsiran." kata sang kepala panti.
Satu jam mereka di panti asuhan. Memberikan bantuan dalam bentuk uang. Nominalnya cukup besar. Tuan Calvin dikenal royal dalam bersedekah dan beramal. Hal yang menimbulkan tanda tanya dan kekaguman di hati banyak orang. Termasuk sang kepala panti.
"Tuan Calvin, sering saya bertanya-tanya. Masih ada ya, pria muda, tampan, dan kaya seperti Tuan yang mau menyumbang buat panti asuhan kami yang sederhana. Sekarang ini, jarang ada orang yang sudi memberikan sebagian hartanya untuk amal. Tapi Tuan Calvin melakukannya. Ada motivasi khususkah?"
"Saya ingin memelihara harta dan keluarga. Juga memberikan cinta kasih pada semua orang. Saya bantu tanpa pamrih." Tuan Calvin menjawab lembut, penuh ketulusan.
"Masya Allah...Anda tulus sekali. Coba saja semua pria di dunia ini berpikiran seperti Anda. Mungkin tak ada lagi kisah sedih panti asuhan kekurangan bahan makanan, anak-anak yatim-piatu kelaparan, dan sulitnya mendapatkan biaya operasional."
Mendengar komplimen itu, Tuan Calvin tersenyum. Tak enak hati bila dipuji. Ia takut jatuh dalam kesombongan.
"Makanya saya selalu memberi uang. Sebab hanya anak-anak dan pengurus panti yang paling mengerti kebutuhan di sini."
Sementara Tuan Calvin berbincang hangat dengan kepala panti dan bermain sebentar dengan anak-anak, Nyonya Calisa hanya menjadi pemerhati. Sesekali ikut bermain dengan beberapa anak kecil. Selebihnya ia melewatkan bermenit-menit untuk memperhatikan setiap gerakan, ekspresi, dan perkataan Tuan Calvin. Saat mereka kembali ke mobil, barulah wanita itu angkat bicara.
"Calvin, wanita mana pun yang melihatmu tadi pasti akan meleleh."
Tuan Calvin tertawa. "Tidak juga. Kalau mereka tahu aku mandul, mana mungkin dibuat meleleh?"