Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Lalu Takkan Membunuh Masa Depan

4 Agustus 2017   06:34 Diperbarui: 4 Agustus 2017   14:30 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Keterlaluan! Aku sudah punya Calvin! Dibandingkan Wahyu, Calvin lebih segala-galanya!" seru Nyonya Calisa.

Sementara Wahyu menyadari. Cinta pertamanya telah berubah. Rasa yang selama ini diberikan untuknya telah beralih. Hati Nyonya Calisa kini jadi milik Tuan Calvin.

"Apa yang kamu lihat dari Calvin?" tanya Wahyu perlahan. Melempar pandang meremehkan pada Tuan Calvin.

Sejurus kemudian Nyonya Calisa mendekati Tuan Calvin. Memegang tangannya, memintanya bangkit dari kursi depan piano. "Calvin memiliki hati yang baik dan tulus yang tidak kamu miliki."

"Aku tak percaya."

"Silakan saja kamu tak percaya. Sekarang, jawab pertanyaanku. Pernahkah kamu terpikir untuk mengadopsi anak berkebutuhan khusus dan merawatnya sampai ia tumbuh dewasa?"

Pertanyaan ini harga mati. Wahyu, Nyonya Lidya, dan anggota keluarga besar dibuat bungkam.

"Sudah, Calisa. Please...jangan sebut-sebut apa yang telah kulakukan." Tuan Calvin berusaha menghentikan istrinya. Khawatir bila dirinya menjadi sombong dan tidak ikhlas.

"Biarkan saja, Calvin. Biar mereka sadar dan tidak menghinamu terus."

"Tidak masalah mereka menghinaku. Sungguh Calisa...tidak masalah."

Jika biasanya pihak wanita yang disalahkan dalam hal keturunan, kali ini justru pihak pria yang disalahkan. Tuan Calvin disakiti dan dihina lantaran dirinya mandul. Berat sekali beban psikologis yang ditanggung Tuan Calvin. Kemandulan adalah masalah sensitif. Bagi mereka yang divonis mandul, beban psikologisnya sangatlah berat. Merasa diri tak berguna. Mendapat hinaan dari keluarga. Dianggap aib dan perusak kebahagiaan. Andai saja pihak keluarga berpikir luas, tujuan pernikahan tak sekedar untuk mendapatkan keturunan. Masih ada tujuan lain yang dicapai yaitu kebersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun