“Anak kecil? Siapa, Chika?”
“David. Dia terus menangis sejak tadi, Al. Kasihan sekali.”
David? Sekejap saja Albert langsung paham. Sesuatu yang buruk telah terjadi. Seorang anak membutuhkan pertolongannya.
“Okey, Chika. Aku ke kantor sekarang ya? Bye.”
Sejurus kemudian Albert menggamit lengan Renna. Sebentar menjauhi Chelsea. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Renna pun mengerti. Albert cukup adil. Ia akan membantu David tanpa menyakiti perasaan Chelsea. Biar bagaimana pun, Chelsea masih merasa cemburu dan tidak aman tiap kali nama David disebut-sebut. Di mata Chelsea, David berpotensi merebut kasih sayang Ayah-Bundanya.
“Kamu bisa ajak dia ke rumah Muti atau Andini.” Albert mengakhiri dengan sebuah solusi.
Renna menggelengkan kepalanya. “Tidak untuk Muti. Dia dan Rafly sedang pergi ke Bali. Mengambil anak yang akan mereka adopsi.”
“Oh iya, benar. So, alternatif satu-satunya adalah Andini. Setelahnya, kamu bisa bantu aku, kan?”
“Of course.”
Usai berdiskusi singkat, keduanya kembali ke meja. Albert menjelaskan sesuatu pada Chelsea. Mengecup keningnya, lalu bergegas pergi. Sejenak Chelsea menatap sedih kepergian ayahnya. Pelan menyentuh keningnya. Beberapa detik lalu, Albert menyentuh kening mulus itu dengan bibirnya. Chelsea masih bisa merasakan wangi susu, Earl Grey, dan Calvin Klein. Wangi Albert yang sangat khas. Satu detail yang selalu melekat dalam ingatannya.
**