“Jangan minta maaf. Aku suka bisa memberikan sesuatu buat kamu.
Selesai membeli baju, mereka tak langsung pulang. Terlintas dalam benak Albert Arif untuk menjadikan Chika sebagai modelnya. Sebagai fotografer ternama yang telah menghasilkan banyak karya, Albert Arif mampu membedakan mana wajah fotogenik dan mana yang tidak. Terlebih ia pernah menjadi model dengan jam terbang yang tinggi. Pengetahuan itu sudah dikuasainya.
Di taman yang indah, mereka mulai mencari spot strategis. Chika mengenakan wrap dress tube top berwarna merah. Awalnya ia menolak, namun luluh juga berkat bujukan Albert Arif.
Dari balik lensa kameranya, Albert Arif terus menatapi Chika. Terpesona melihat senyumnya, postur tubuhnya, rambut panjangnya, mata beningnya, hidung bangirnya, dan bibir indahnya. Ia mulai memotret objek indah itu. Model terindah yang pernah dipotretnya. Foto ini akan menjadi masterpiece berikutnya.
Chika berpose seperti yang diinstruksikan Albert Arif. Pertama gugup, malu-malu, canggung. Lalu larut bersama dinamika pemotretan itu. Bahkan bisa menikmatinya. Kegugupan Chika berangsur hilang. Tergantikan kebahagiaan dan kepercayaan diri.
Sedih hatinya terhapus sudah. Begini rasanya dipotret fotografer dan model terkenal.
“Chika, kamu cantik.” Albert Arif berkata lembut. Mendekati Chika. Menunjukkan foto-foto hasil jepretannya.
Hati gadis cantik itu berdesir hangat. Begitu pula hati sang fotografer. Banyak model cantik dan seksi yang dikenalnya. Namun baru kali ini Albert Arif memuji kecantikan modelnya.
“Pantas saja Papa bilang kalau kamu cocok jadi menantunya.”
“Astaghfirulah...tidak mungkin, Albert. Langit dan bumi tidak bisa bersatu.” Bantah Chika salah tingkah. Wajahnya merona kemerahan.
“Jika ada bumi, selalu ada langit.” Jawab Albert Arif tenang.