“Kamu baik sekali, Chika. Kamu orang baik dan tulus. Orang baik mungkin banyak, tapi orang baik yang berhati tulus sangat sedikit.” Puji Albert Arif tulus.
Chika hanya menundukkan wajah. Tak sanggup melihat sepasang mata teduh itu.
“Sekarang kamu ikut aku. Kita beli baju.”
Ajakan Albert Arif memecah lamunannya. Tangannya telah diraih oleh pria rupawan beraksen British itu. Chika menurut. Mereka melangkah keluar rumah. Dengan gallant, Albert Arif membukakan pintu mobilnya untuk Chika.
Lima belas menit kemudian, mereka telah duduk nyaman di dalam Mercy hitam itu. Melaju melewati ruas-ruas tol dalam kota. Albert Arif mengajak Chika ke butik. Membelikan banyak pakaian untuk sang gadis berhati tulus. Mulai dari gaun sampai piyama, mulai dari kardigan sampai outer, semuanya ia belikan.
“Albert, apa semua ini tidak terlalu banyak?” desah Chika tak enak hati.
“Justru aku merasa masih kurang. Kita ke butik kenalannya Mama. Di sana pilihan bajunya lebih banyak.” Sahut Albert Arif antusias.
“Jangan...aku tidak ingin merepotkanmu,” cegah Chika buru-buru.
Baju-baju baru dan mahal itu dibawa ke meja kasir. Mata Chika membulat tak percaya melihat nominal yang tertera di struk belanja. Totalnya menyentuh angka dua juta. Bagi orang seperti Chika, uang dua juta sudah sangat banyak. Sayang jika hanya digunakan untuk membeli baju.
“Hei, kenapa?” Albert Arif tertawa kecil melihat raut wajah Chika.
“Baju-baju di sini mahal. Maaf ya,” gumam Chika sedih.