“Iya, aku janji.”
Seraya menyapu air matanya, Chika berkata. “Tadi Nada datang ke sini. Dia marah-marah sama aku. Katanya, aku ini perempuan miskin tapi materialistis. Aku nggak pantas buat pria idaman semua wanita seperti kamu itu. Nada menyuruhku menjauhi kamu. Terus...dia menggunting semua bajuku.”
Mendengar itu, Albert Arif menjadi marah. Ternyata wanita di masa lalunya kembali berulah. Ia tak henti-hentinya meneror Chika, sama seperti Mamanya. Membuat Chika menderita nampaknya telah menjadi hobi baru Nada.
“Chika, Nada sudah keterlaluan. Aku harus mengingatkan dia.”
“Jangan, kasihan dia...”
“Chika, kenapa kamu masih mengasihani Nada? Dia jelas-jelas membencimu, dia ingin kamu menderita.”
“Albert, aku yakin Nada orang yang baik. Hanya saja hatinya masih ditutupi kebencian. Tapi kebencian pun ada batasnya. Suatu saat berkurang, lalu habis. Setelah kebencian habis, cinta yang menggantikannya.”
Lagi-lagi Albert Arif dibbuat terpesona oleh jalan pikiran Chika. Hati gadis cantik itu sangat lembut. Sangat tulus. Ia selalu berpikir positif pada semua orang. Bahkan orang yang berbuat jahat padanya.
“Jika kebencian bisa habis, apa cinta juga begitu?” tanya Albert Arif.
“Cinta tidak akan habis. Meski cinta diberikan pada semua orang, ia akan terus mengalir. Bukannya habis, ia akan terus bertambah.”
Penilaiannya tak pernah salah. Begitu pula penilaian Papanya. Chika figur wanita berhati tulus, lembut, dan menebarkan aura positif. Beruntung sekali pria yang kelak menjadi pendamping hidupnya.