Bukannya panik, ia justru tetap tenang. “Kamu sudah lihat CCTV?”
“Sudah. Pelakunya...salah satu pengunjung galeri. Orangnya sangat mirip denganmu. Hanya saja, dia memakai kacamata.”
Albert mengerutkan dahinya. Lalu ia teringat sesuatu.
“Okey. Nanti aku ke sana.”
Klik. Telepon ditutup. Albert perlahan mulai merangkai beberapa kemungkinan, mengurai benang kusut itu. Mungkinkah pencurinya adalah...?
Setelah membereskan semua pekerjaannya, ia bergegas meninggalkan kantor. Mengemudikan Mercy-nya dengan kecepatan tinggi. Menyusuri ruas-ruas jalan raya yang dipadati kendaraan. Melewati tol dalam kota. Sampai akhirnya tiba di sebuah rumah kecil beratap bugenvil dengan cat krem. Halamannya tidak begitu luas, namun rapi. Pot-pot mungil berisi bunga aster, mawar, dan Kamboja Jepang berderet rapi.
Dengan sopan, Albert membunyikan bel. Tak lama pintu terbuka. Menampilkan sesosok pria tinggi semampai berwajah Indo di ambangnya. Ia mirip sekali dengan Albert. Wajah, bentuk tubuh, dan tinggi mereka sama. Bedanya, pria di ambang pintu itu berkacamata. Pakaiannya pun jauh lebih sederhana dibanding Albert.
“Mau apa kamu ke sini?” tanya pria itu datar.
“Saya hanya ingin memberikan ini...”
Sebuah kotak hitam berukuran sedang diulurkan. Ragu-ragu pria berkacamata itu menerimanya.
“Ini buat saya?” tanyanya.