Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seperti Tinta Biru

24 November 2016   14:43 Diperbarui: 24 November 2016   14:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa kagetnya Hedy mendapati sesosok wanita anggun dengan sepatu berhak tinggi dan syal merah melingkar di leher jenjangnya berdiri di depan pintu. Ia familiar dengannya. Wanita itu tak lain ibu dari mahasiswa yang dibantunya. Sebagai anggota Advokasi BEM, Hedy sering membantu mahasiswa-mahasiswa yang bermasalah. Makanya ia terbiasa mendengarkan curahan hati, keluh kesah, dan tangisan orang lain. Suatu kebetulan, Maurin menduduki posisi yang sama di BEM universitasnya. Tak heran jika mereka beberapa kali sharing seputar advokasi dan bantuan pada mahasiswa-mahasiswa yang bermasalah.

“Iya Ibu, mari duduk dulu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Minggu lalu saya sudah mencoba bicara dengan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan. Insya Allah anak Ibu tidak akan di-DO.” Hedy berkata menenangkan. Disambuti isakan penuh syukur dari wanita itu.

“Terima kasih Mas Hedy, terima kasih. Saya percaya, Mas Hedy bisa selamatkan anak saya.”

“Berdoa saja yang terbaik, Ibu.”

Setengah jam lamanya Hedy berbicara dengan orang tua mahasiswa itu. Ia mendengarkan keluhan dan keresahan beliau. Hatinya tak kuasa untuk menyela apa lagi meninggalkan si wanita yang sangat terpuruk lantaran anaknya terancam drop out dari kampus. Dalam hati ia berjanji untuk membantu anak malang itu meski waktu dan energinya sendiri yang harus dikorbankan. Sulit bagi Hedy untuk berkata ‘tidak’.

Selepas ibu dari mahasiswa itu berpamitan, Hedy bergegas meninggalkan apartemennya. Mengemudikan Toyota Rush-nya menembus sore berkabut. Melewati ruas jalan raya yang licin diguyur hujan.

**    

Lampu kamera berkedip lalu padam. Prosesi take video sudah selesai. Menghela nafas lega, Hedy meletakkan kembali kamera DSLR itu ke dalam tasnya.

“Semoga lancar ya,” ujar Maurin.

“Amin. Main piano yuk. Aku pengen dengar kamu nyanyi dan main piano.” Ajak Hedy.

Maurin mengangguk. Melangkah bersisian dengan Hedy ke ruangan di bagian belakang rumahnya. Ruangan tempat menyimpan piano dan koleksi buku-bukunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun