Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seperti Tinta Biru

24 November 2016   14:43 Diperbarui: 24 November 2016   14:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jika dia mengerti kamu, dia tidak akan mengecewakanmu. Membuatmu menunggu terlalu lama, menggantungkanmu, apa lagi mendiamkanmu. Pria macam apa itu?” potong Hedy dingin.

Maurin tertunduk dalam. Memainkan pita di gaunnya. “Mungkin dia punya alasan. Mungkin situasi di Seminari Tinggi membuatnya tidak bisa berkomunikasi denganku.”

“Maurin, kamu terlalu baik. Terlalu sering membela Albert. Sudahlah, berikan batas waktu. Kita boleh memikirkan kebahagiaan orang lain, tapi luangkan waktu sejenak untuk memikirkan kebahagiaan diri kita sendiri.” Bujuk Hedy.

“Aku bahagia bersama Albert. Cukup banyak kenangan dan kesan indahku tentang dirinya.”

Azan Maghrib berkumandang. Menyelimuti hati dengan kedamaian. Sejurus kemudian Hedy bangkit berdiri. “Aku mau shalat dulu. Mau berjamaah denganku?”

“Aku sedang tidak shalat, Kak.”

“Okey. Kamu tunggu di sini. Aku segera kembali.”

Hedy melangkah pergi. Baru saja sosoknya menghilang di balik pintu, sebuah buku tebal jatuh dari tasnya yang sedikit terbuka. Maurin membungkuk memungut buku itu. Mengenali huruf-huruf yang tercetak di sampulnya. Alkitab. Rupanya Hedy mengikuti jejak Maurin membaca Alkitab dan mempelajari agama lain. Belajar agama lain bukan untuk mengikuti ajarannya, melainkan untuk memperluas wawasan tentang agama-agama lain di luar Islam. Mempelajari agama lain untuk menghargai perbedaan, meningkatkan toleransi, dan memahami agama lain lebih dalam tanpa berniat menjatuhkan atau mengikuti ajarannya.

Beberapa saat kemudian, Hedy kembali. Ia duduk di sisi Maurin.

“Mama kamu baik sekali. Beliau menawariku makan malam di sini.” Tukasnya.

“Why not? Aku juga senang kok. Oh ya, sejak kapan Kak Hedy mulai baca Alkitab?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun