a. Fase Oral (memperoleh rasa percaya)
Pusatnya di mulut seperti mengunyah dan menghisap. Kegagalan periode ini berakibat keserakahan, ketakutan untuk menjangkau orang lain, harga diri rendah, tidak mampu membina hubungan akrab.
b. Fase Anal (rasa bergantung yang sehat, mandiri)
Pusatnya saat melibatkan anus dan saluran kencing dan berbagai fungsi pengeluaran yang berkaitan dengan mereka. Kompulsi, kehilangan kepercayaan diri, ketidak mampuan menerima perasaan-perasaan dirinya sendiri.
Berpusat pada alat kelamin. Konflik-konflik moral, sangat patuh moral tapi hanya karena takut, rasa berdosa.
d.Fase Genital (remaja dan dewasa)
      Berpusat di luar keluarga.
Freud berpendapat bahwa individu dapat menjadi terpaku pada tahapan perkembangan mana saja jika ia terlalu dimanjakan atau kurang dimanjakan pada satu tahap.[15]
 Sudut pandang humanistik menekankan pada kapasitas seseorang untuk pertumbuhan pribadi, kebebasan untuk memilih takdirnya sendiri, dan berbagai kualitas positif manusia. Para psikolog humanistik meyakini bahwa tiap-tiap kita memiliki kemampuan untuk coping, mengendalikan hidup kita, dan mencapai apa yang kita inginkan.[16] Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sudut pandang humanistik memiliki definisi berupa manusia yang secara alami memiliki potensi tumbuh dan berkembang dalam kehidupan. Tiap manusia memiliki kapasitas untuk mengontrol perilaku mereka, serta mencari dan mencapai potensi penuh (jika diberikan). Salah satu dorong dibalik perkembangan psikologi humanistik adalah untuk bergerak di luar psikoanalisis Freud dan behaviorisme kepada sesuatu yang mungkin menangkap kekayaan dan potensi positif aspek hakikat manusia.[17] Para psikolog humanistik juga mengingatkan kita bahwa kita perlu mempertimbangkan seseorang secara keseluruhan dan kecenderungan positif dalam hakikat manusia.[18] Sudut Pandang Kognitif Menurut pandangan psikologi Gestalt di Jerman beberapa saat sebelum Perang Dunia II berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekedar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari pengindraannya, tetapi masukan dari pengindraan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisirkan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.[19] Tokoh psikolog lainnya, Kurt Koffa juga membuktikan bahwa simpanse dapat mengambil pisang yang terletak di luar kandangnya dengan menyambung dua batang pipa, walaupun simpanse itu belum pernah mendapatkan pengalaman seperti itu.[20]Â- Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran. Penjelasan lebih singkat mengenai sudut pandang ini dapat disimpulkan menjadi menekankan proses mental pada presepsi, ingatan, bahasa, pemecahan masalah, dan area-area perilaku lainnya. Pikiran lebih dahulu terproses baru perasaan yang diikuti tindakan. Hal ini didasarkan pada penilaian terlebih dahulu terhadap hal tersebut.
- Sudut Pandang Sosiokultural
      Belajar menurut sementara orang, adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan lain-lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya, orang tidak bisa belajar jika fungsi otaknya terganggu. Perspektif behaviorisme dikemukakan oleh John Broades Watson: perspektif behaviourisme adalah paham yang sangat percaya bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil dari pembelajaran. Manusia dilahirkan dengan sejumlah reflex yang terbatas. Sedangkan belajar adalah hasil dari pengkondisian reflek-reflek tersebut.