Mohon tunggu...
Syafa Kirana
Syafa Kirana Mohon Tunggu... Human Resources - Psychologist Candidate | Long-life Learner

Full time learner. Enjoy to talk about people development, career preparation, business development, recruitment and all about psychological field.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradigma Pengembangan Ilmu Psikologi sebagai Disiplin Ilmu

25 Oktober 2017   12:51 Diperbarui: 25 Oktober 2017   13:07 7444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

        BAB 1

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
  • Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik). Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi, Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).
  • Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Psikologi juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato dalam buku Psikologi Umum oleh Kartini Kartono pada tahun 1996, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia.
  • Ilmu psikologi telah berkembang cukup pesat sejak pertama kali ia dipelajari. Ilmu psikologi merupakan bagian dari ilmu sosial yang memiliki metode dan cara kerja yang khas (lebih bersifat fenomenologis, kualitatif, dan interpretatif), namun banyak juga yang berpendapat bahwa meskipun begitu, psikologi seharusnya mampu berdiri sejajar dengan ilmu-ilmu yang 'ilmiah' dan 'obyektif' lainnya, seperti fisika, kimia, matematika, dan biologi (sehingga harus menggunakan metode yang bersifat pasti, eksak, kuantitatif). Ilmu psikologi erat kaitannya dengan filsafat seperti pendapat (Bermudez, 2005, p. 1) bahwa filosofi psikologi diartikan sebagai proses sistematis yang saling memengaruhi antara segi filosofis dan segi psikologis dalam perihal mempelajari kognisi.
  • Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  • Bagaimanakah sejarah mengenai lahirnya Psikologi sebagai cabang Ilmu filsafat?
  • Bagaimana paradigma pengembangan ilmu psikologi sebagai disiplin ilmu?
  • Bagaimana uraian ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahuan?
  • Tujuan Penulisan

Dari permasalahan tersebut, tujuan penulis yang diharapkan adalah:

  • Memaparkan bagaimana sejarah mengenai lahirnya Psikologi sebagai cabang Ilmu Filsafat.
  • Memaparkan paradigma pengembangan Ilmu Psikologi sebagai disiplin ilmu.
  • Memaparkan uraian ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

  • Sejarah Psikologi Sebagai Cabang Ilmu Filsafat

Jiwa manusia sejak zaman yunani telah menjadi topik pembahasan para filosof, namun psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri baru dimulai pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi pertama di kota Leipzig, Jerman. Secara garis besarnya sejarah psikologi dapat dibagi dalam dua tahap utama, yaitu masa sebelum dan masa sesudah yang menjadi ilmu yang berdiri sendiri[1]. Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para ahli filsafat dan para ahli ilmu fasaf (phisologi, sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebu. Para ahli ilmu filsafat kuno, seperti Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM) dan Socrates (469-399 SM), telah memikirkan hakikat jiwa dan gejal-gejalanya. Fisafat sebagai induk menciptakan pertanyaan dan jawaban secara terus menerus sehingga mencapai pengertian yang hakiki tentang sesuatu. Pada waktu itu belum ada pembuktian -- pembuktian empiris, melainkan berbagai teori dikemukakan berdasarkan argumentasi logika belaka.psikologi benar -- benar masih merupakan bagian dari filsafat dalam arti semurni -- murninya.

Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat sehingga objeknya tetap hakikat jiwa dan metodenya masih menggunakan argumentasi logika. Tokoh -- tokohnya antara lain: Rene Descrates (1596 -- 1650) yang terkenal dengan teori tentang kesadaran, Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 -- 1716 ) yang mengutarakan teori kesejahteraan psikofhisik.

 

(Psychophycial Paralellism), John Lock (1623- 1704) dengan teori tabula rasa mengemukakan yang belum ditulis. Pada masa sebelumnya masalah kejiwaan dibahas pula oleh para ulama islam seperti Imam Gazali ( Wafat 505 H ). Imam Fachrudin Ar-Raazi ( wafat 606 H ), Al Junaidi Bagdadi ( wafat 298 H ), Al 'Asyari ( wafat 324 H. Pembahasan masalah psikologis merupakan bagian dari ilmu usuluddin dan ilmu tasawwuf.

 

Di samping para filsafat yang merupakan logika, para ahli ilmu faal juga mulai menyelidiki gejala kejiwaan melalui exsperimen-exsperimen. Walaupun mereka menggunakan metode ilmiah (empiri),namun yang mereka selidiki terutama tentang urat syaraf pengindraan (sensoris), syaraf motoris (penggerk), pusat sensoris dan motoris diotak, serta hukum-hukum yang mengatur bekerjanya syaraf-syaraf tersebut. Dengan demikian, gejala kejiwaan yang mereka selidiki hanya merupakan bagian dari objek ilmu faal dengan metode yang lazim digunakan. Diantara para tokohnya adalah : C. Bell (1774-1842), F. Magendie (1758-1855), J. P. Muller (1801-1858), P. Broca (1824-1880) dan I. P. Pavlov (1889-1936).[2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun