Mohon tunggu...
Murni KemalaDewi
Murni KemalaDewi Mohon Tunggu... Novelis - Lazy Writer

Looking for place to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pemberontakan Cinderella 2 (Bab 1)

25 Mei 2019   10:44 Diperbarui: 25 Mei 2019   11:15 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Merendahkanmu?"Ivan tersenyum sinis, "Aku tidak perlu mengotori tanganku untuk melakukan itu. Kau sudah melakukannya sendiri dengan sangat baik. Lihat saja tingkahmu. Persis seperti orang yang tidak mengenal pendidikan. Aku ragu, apa benar sekolah ini pantas menjadi proyek percontohan di seluruh negara, jika mereka memiliki murid barbar tidak tahu aturan sepertimu. Kau tidak seharusnya berada di sini. Tidak pantas. Hutan adalah tempat yang jauh lebih sesuai bagimu"

          Aya mengepalkan tinjunya meledak marah,

          "MATI KAUUU!" teriaknya bergerak maju hendak memukul Ivan.

          Tapi tubuhnya segera ditahan oleh Riska dan Rahman. Riska sambil menahan tubuh Aya, yang mencoba melepaskan diri sekuat tenaga, berusaha menenangkannya,

          "Aya sabar! Sabar, Ay! Istighfar! Jangan berkelahi!" ingatnya.

          "Benar, Ay! Ingat. Dia itu Pangeran Ivan!!" sambung Rahman, yang juga sedang menahan tubuhnya Aya dengan sekuat tenaga.

          Aya berontak mencoba melepaskan diri dari Riska dan Rahman sambil menggapai-gapaikan tangannya, ingin memukul dan menendang Ivan. Ia berteriak marah,

          "LEPAASS! AKU MAU MENGHAJAR ORANG BRENGSEK ITU! Mau dia Pangeran Ivan kek, pangeran kodok kek, dia harus ku hajar! LEPAASS!" teriaknya.

          "Tidak! Kami ndak bakalan ngelepasin lo, Ay ! Ini semua demi kebaikan lo sendiri!" kata Riska yang masih mencoba menahan tubuh Aya. Riska lalu menatap Erick penuh permohonan, "Senior Erick, tolong bawa Pangeran Ivan pergi. Kalau sampai Aya melepaskan diri, maka akan ada pertumpahan darah!" pinta Riska.

          Erick menatap Riska ragu. Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Aya, yang masih berteriak-teriak penuh kemarahan sambil mencoba melepaskan diri dari kedua temannya yang menghalanginya. Erick kembali menatap Ivan, yang menyaksikan tingkah Aya dengan senyum sinis dan ekspresi yang terlihat sangat dingin. Erick akhirnya menghela nafas dan menyentuh lengan Ivan,

          "Sudahlah, Bro. Tahan emosimu. Jangan di sini. Apa lagi dia hanya seorang gadis. Ingat, pinggan tak retak, nasi tak dingin*[1]"  bisik Erick pada Ivan. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun