Pasirkaliki, Bandung, 18 Maret 1957
"Widy! Â Syafrie! Bangun kalian tidak Salat Subuh! Â Katanya juga mau berenang!" Â Ibu Syafri mengetuk pintu.
Widy terbangun lebih dulu, ia membangunkan Syafri yang memeluknya dalam selimut. "Kang Syafri bangun!"
Syafri menggeliat."Sudah Subuh ya?"
"Terlalu asyik dansa...klasik. Jadi tidak terdengar..! Nggak seperti kemarin rock n roll.  Kamu teriaknya keras , hingga Kintan di kamar sebelah  pindah  ke kamar Ibu!" kata Widy dengan suara renyah. "Atau aku mau panggil Uda?"
Mereka kemudian berpakaian dan membawa handuk masing-masing. Ibu Syafri sudah menyediakannya. Â Mereka mandi bergantian, salat subuh dan sarapan bersama.
"Apa ini lontong sayur nangka dengan dan daun...?" tanya Widy.
"Ah, itu daun pakis. Kami pakai kerupuk merah!"  Bapak Syafri dengan logat Minang kental menjelaskan. "Etek Salma memasak kusus untuk kalian.  Dia  baru datang kemarin malam, ketika kalian sudah tidur?"
"Etek Salma? Sudah lama tidak bertemu?"
"Iyoo!" Seorang perempuan setengah baya masuk membawakan beberapa gelas teh telur. "Ini untuk stamina," ucapnya.