Hans mengangguk. Dia  tetap memenuhi peraturan di pos jaga.  Militer memakluminya. "Aku melihat kamu kawan sama anak dan istrimu. Aku bisa melihat kalian dan penduduk desa bergembira dengan damai. Maafkan kami lalai menjaga kalian Wahai Anak Negeri!
Hans melihat laki-laki dan perempuan ayu melambai bersama anak mereka. Â Dia pun melambai. "Selamat tinggal kawan!"
Serdadu Belanda itu geleng-geleng kepala karena mereka tidak melihat apa-apa. "Meneer Hans menganggap inlander itu bagai saudaranya. Kasihan!"
Stasiun Malang, 11 September 2023
Aku bertemu Doddie, seorang aktivis lingkungan sebelum meninggalkan Batu. Aku memujinya kotanya bersih setelah penutupan TPA Tlekung. Dia hanya tertawa. "Jenengan nggak tahu bagaimana orang Batu menyelesaikan masalah sampah."
Dia mentraktir aku makan soto dan mengantarkan aku ke halte untuk dapat bus langsung ke Malang.
Aku tiba di stasiun menjelang tengah hari. Setelah mengambil gambar dan membuat status WA aku segera memasuki stasiun untuk naik kereta Jayabaya menuju Jakarta. Â Di ruang tunggu, tampak Siwi dan temannya duduk di sebelah aku.
"Bagaimana Abang sudah menyelesaikan misi?" katanya.
Dia  mulai terbiasa memanggil aku Abang tidak Bapak lagi seperti waktu pertama kenal di Malang.
Aku tertawa. "Kalian dikirim oleh Teteh "R" ya mengintai aku?"
Siwi mengangguk. "Kebetulan kami  ke Malang. Dia teman ibu aku. Naluri Abang tajam. Aku dan temanku juga ke Coban Kaca, bahkan sampai ke Coban Rais. Takut kalau Abang galau melewati daerah curam itu. Tetapi setelah naik ojek dan tidak jalan kaki, kami lega. Misi kami selesai."