Aku bergidik ketika ke Perpustakaan Nasional riset tentang wabah itu melihat wajah bocah yang sama di sebuah buku berbhasa Belanda. Â Â
Aku sendiri mimpi tentang wabah itu sejak masih kecil. Tadinya aku kira karena membaca sebuah tulisan di buku kesehatan di kelas 6 SD. Â Namun aku khawatir bukan karena itu phobianya. Namun mimpi itu sering hilang dan muncul lagi.
"Ada dua kemungkinan, kata seorang kawanku. Alasan rasional karena bacaan. Kedua, reinkarnasi. Kemungkinan luh pernah tinggal di
Malang di masa lalu. Jika itu reinkarnasi, bocah itu bisa jadi anakmu dan perempuan itu istrimu atau luh yang bocah itu dan perempuan itu ibumu. Â Itu kalau luh percaya reinkarnasi," tuturnya. "Tapi bisa juga di Jawa Tengah, kan rumah desanya sama?"
"Malang, pemandangan gunung di belakang kotanya yang aku lihat di foto arsip, nggak seperti Bandung atau Bogor," jawabku. Demikian percakapan di Perpustakaan Nasional.
Aku menaiki angkot minibus itu dari Terminal Landungsari  ke Terminal Kota Batu sesuai informasi dari petugas hotel. Aku harus tiba sebelum pukul sembilan untuk memenuhi janji dengan anaknya Cah Ayu.
"Bapak ke Batu pagi ini ?" terdengar suara perempuan dari belakang. Siwi, bersama seorang kawannya.
"Kamu juga?" tanyaku.
"Iya, kami mendadak ingin ke Songgoriti," jawabnya.
Berarti tiga kali ketemu dia. Â Kami berpisah di Terminal Batu, aku terus ke Ngaglik untuk menaruh barang di Guest House Algeria, lalu ke alun-alun dan menepati janji. Â Namun hari itu aku jalan sama anaknya yang berusia belasan tahun, sementara Cah Ayu menjaga ibunya. Â Setelah jalan-jalan baru antar ke rumahnya mengajak makan bersama di rumah makan dengan menu Jawa Timur. Sudah tidak omong apa-apa. Waktunya belum tepat.
Â