Pada minggu ketiga bulu-buluku sudah berkurang  80%.  Tinggal sebagian di tangan dan kaki, serta dada sudah mendekati manusia normal.  Di wajah hanya tinggal garis tipis.  Seorang mekanik bernama Maman Purnama mencukur rambutku yang lebat.  Purbasari menyaksikan antusias, begitu juga Ambu.
"Ingin tahu Kakanda kalau dicukur pendek seperti apa," kata Purbasari.
Maman tertawa. Dia dapat antrian dari warga Titanium dan warga Cupu Mandalayu. "Barangkali nene moyang aku tukang cukur di Garut," kelakarnya.
Dia memeriksa sekujur kepalaku. Tiba-tiba ia tersentak, ada bekas merah di dekat telingaku.
"Anjeun pernah pakai alat transfer mimpi terlalu lama?"
Aku menggeleng. "Alat itu ada di Titanium sejak lama. Tapi aku pernah memakainya, hanya lima menit," sahut aku. "Mengapa?"
"Tidak boleh lebih dari lima belas menit, ini sepertinya satu jam lebih. Ada yang mentransfer mimpi dalam bentuk potongan film dijejalkan dalam otak anjeun," kata dia.
Ambu dan Teteh Mayang mendengar tersentak. Purbasari juga tapi tak mengerti.
"Siapa yang berbuat iseng seperti itu? Kawan sekuliahmu mungkin lagi ketiduran," kata Mayang.
"Bagus? Dia memang suka jahil. Kami teman sekamar sering menjahili," ujar aku.
"Betul itu Ambu! Â Kami Geng Gedung Indonesia Menggugat suka buat olok-olok!" teriak Samuel.