Beberapa Catatan Sejarah Serangan Harimau Sebelum Perang
Benturan antara manusia dan harimau di Indonesia secara realitas sudah terjadi sejak berabad-abad sejak masa Hindu Budha. Salah satu laporan klasik antara lain ditulis oleh William Marsden, seorang abdi EIC (East India Company) yang bertugas di Bengkulu pada abad ke 18 (1783) berjudul History of Sumatra menyebutkan tentang keahlian penduduk pribumi Sumatera menangkap harimau. Dalam buku yang saya kutip dari terjemahan dari Komunitas Bambu berjudul Sejarah Sumatra pada 2008 disebutkan desa-desa di Sumatra diterangi obor agar harimau tidak masuk. Disebutkan bahwa penulis berkebangsaan Inggris ini mendengar penduduk satu desa dibantai oleh harimau. Hanya beberapa orang yang percaya takdir dan keluarganya mati dimakan harimau menggunakan perangkap kandang besar yang pintunya bisa menutup otomatis untuk menangkap harimau denagn umpan anjing atau kambing. Jebakan lain ialah gelondongan kayu, hingga jebakan lubang berisi tombak. Marsden juga menyebutkan bahwa EIC Kerap membuat sayembara berburu harimau. Akibatnya kepala harimau sering dibawa untuk mendapatkan hadiah.
Ukuran dan kekuatan spesies harimau ini luar biasa. Mereka dikatakan dapat menghancurkan kaki kuda atau kerbau dengan cakarnya. Mereka dikatakan mampu menyeret mangsanya yang lebih besar dari mereka ke dalam hutan (halaman 172).
Peneliti lain Peter Boomgaard adalam bukunya Frontiers of Fear : People and Tiger in Malay World 1600-1950 Yale University, 2008 menunjukkan bagaimana orang dan harimau disesuaikan dengan perilaku masing-masing, setiap transmisi pembelajaran ini dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dia membahas asal-usul cerita dan ritual tentang harimau dan menjelaskan bagaimana bias budaya Eropa dan perbedaan kelas antara penduduk asli yang terkena dampak sikap terhadap harimau. Dia memberikan angka pada populasi mereka di era yang berbeda dan menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap status untuk hadir sebagai spesies yang terancam punah. Peter menjalin tulisannya cerita tentang raja-raja Melayu, penguasa kolonial, pemikat harimau, dan pemburu bayaran dengan fakta tentang harimau dan cara hidup mereka, buku ini merupakan kombinasi mengasyikkan sejarah lingkungan dan mikro.
Peter antara lain mengungkapkan tradisi seperti adu harimau dengan kerbau di Tanah Jawa. Perkelahian ternyata punya simbolis dan politik penting;: orang Jawa diidentifikasikan dengan kerbau dan harimau adalah orang Eropa. Peter juga menulis bahwa pada masyarakat tertentu di Sumatera dan Malaysia ada kepercayaan bahwa harimau adalah reinkarnasi leluhur mereka hingga menolak untuk membunuh. Saya sendiri juga pernah mendengar apa yang diungkapkan oleh Peter dari ibu dan kakak ibu saya waktu mereka mendongeng semasa saya anak-anak.
Harimau Jawa (panthera tigris sondaica) ukuran tubuhnya berada di antara ukuran tubuh subjenis harimau Sumatera dan harimau Bali. Pada 1850-an, harimau Jawa dianggap sebagai 'gangguan' di beberapa daerah perkotaan. Sehingga pada 1872 hadiah yang diberikan bagi sebuah kepala harimau yang terbunuh di Tegal, Jawa Tengah, adalah sekitar 3.000 gulden. Waktu itu ada beberapa lusin harimau dibunuh dalam usaha memperoleh hadiah tersebut.
Harimau Jawa bukan tidak biasa ditemui dan meminta korban ratusan jiwa manusia setiap tahunnya, namun penduduk tidak mau memerangi harimau ini, karena jika mereka melakukannya, berdasarkan pengalaman, akan menyebabkan rusaknya tanaman mereka oleh serbuan kawanan babi. Meskipun demikian, seorang pemburu ulung Ledeboer mengaku telah menembak 100 ekor harimau antara tahun 1910 dan 1940.
Sampai 1940 harimau sering terlihat dan ditembak di bagian selatan Jawa Barat, dan kadang-kadang beberapa ekor mencapai daerah Subang dan Cibadak. Populasi ini kemudian merosot dan mendekati pertengahan tahun 1960-an, harimau Jawa hanya ditemukan di suaka alam Ujung Kulon, Leuweung Sancang, Baluran dan Meru Betiri4.
Â
Â