Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seteru atau Sekutu? Harimau dan Manusia dalam Mitos, Sejarah dan Realitas

16 Juni 2015   22:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 8497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Apabila Dunia Barat hidup mitos tentang manusia dan serigala, maka di sejumlah tempat di Indonesia hidup legenda dan dongeng manusia harimau. Itu sebabnya di dunia Barat dan Indoensia hubungan antara dua spesies berbeda ini kerap diangkat ke layar lebar atau serial televisi karena begitu berakarnya dalam kultural. Manusia serigala jejadian dan juga manusia harimau di televisi Indonesia menjadi tren sejak populernya novel dari Stephanie Meyer yang diangkat Twilight. Sekali pun pada akhirnya Ganteng-ganteng Serigala meredup digeser oleh Tujuh Manusia Harimau yang lebih membumi.

Serigala (canis lupus) termasuk keluarga anjing (canidae). Beberapa jenis anjing juga memiliki bentuk fisik yang mirip dengan serigala, contohnya anjing jenis Siberian Husky. Di dunia barat hubungan manusia dan serigala menjadi tema karya sastra seperti sastrawan Inggris, Rudyard Kipling dengan The Jungle Book (1894) tentang seorang anak yang hilang di hutan dan dipelihara oleh serigala. Dalam novel itu Mowgli anak yang dipelihara serigala mempunyai musuh seekor harimau bernama Shere Kan. Selain Indonesia, India memang pernah menjadi rumah bagi lebih dari 40.000 harimau Bengal (Panthera tigris tigris), lekat dengan tradisi berburu harimau; baik oleh para aristokrat India maupun pejabat pemerintah kolonial Inggris.1 

Sementara Novelis  Amerika Jack London, juga menulis White Fang (1906) mengenai hubungan manusia  dan serigala di Amerika pada abad 19. Dalam novel ini diceritakan hubungan seekor serigala dengan manusia berbagai kharakter yang membuat hatinya bergulat apakah ia membenci manusia atau tetap menjadikan manusia dewa. Citra serigala dalam dua novel ini cenderung lebih bersahabat pada manusia, berbeda dengan dongeng dari Grimm seperti “Hansel dan Gretel” bahwa serigala pemangsa manusia.

Selain hubungan antar species, baik bersahabat mau pun berseteru, kedua spesies ini dalam dunia Barat menyatu dalam bentuk manusia serigala jejadian. Twilight atau film Underworld bukan hal yang baru. Mitos manusia serigala (werewolf), juga dikenal sebagai Lycanthropes, yang berubah bentuk manusia jauh lebih tua. Manusia Serigala dalah salah satu legenda tertua monster manusia yang tercatat dalam sejarah. Sepanjang sejarah ada catatan dari pencobaan mengaku atau menuduh manusia serigala.

Pada 1521, Pierre Burgot dan Michel Verdun dieksekusi sebagai manusia serigala. Catatan sejarah menunjukkan bahwa mereka adalah tim pembunuh berantai. Pada 1573, sekali lagi di Perancis, yang lain "werewolf" dieksekusi. Namanya Gilles Garnier, atau dikenal sebagai "Werewolf dari Dole. Menurut sebuah mitos Romawi Kuno menceritakan kisah Raja Lycaon (asal kata Lycanthrope) yang para dewa tersinggung dengan memberikan daging manusia untuk mereka saat makan malam. Jupiter menghukum pelanggaran ini dengan mengubah Lycaon menjadi manusia serigala. Dalam bentuk manusia serigala, ia bisa melanjutkan kekejian itu makan daging manusia.

Sejarah hubungan manusia dengan serigala di Eropa bisa dilacak setidaknya dari masa Romawi Kuno dengan adanya mitologi Remus dan Romulus pendiri Romawi. Mereka dipelihara oleh seekor serigala betina hingga mereka menjadi dewasa. Mereka mendirikan Roma pada 21 April 753 SM. Pada  abad pertengahan perburuan serigala bagian dari sejarah sosial dan politik. Di Inggris sejak 950, Raja Athelstan dikenakan upeti tahunan dari 300 kulit serigala untuk di persembahkan kepada pada raja Welsh Hywel Dda. Pemaksaan upeti ini dipertahankan sampai penaklukan Norman dari Inggris. Perburuan serigala kemudian berlanjut Raja Norman (1066-1144) memperkerjakan petugas khusus pemburu serigala. Raja Edward I yang (1272-1307 )memerintahkan total pemusnahan semua serigala di kerajaannya. Akhirnya serigala punah di Inggris pada masa pemerintahan Henry VII (1485-1509 )2.

Harimau dan Manusia dalam Berapa Novel Indonesia

Harimau sebetulnya termasuk keluarga kucing (Falidae) berbadan kekar dan memliki otot-otot yang kuat. Kuku-kukunya yang sangat tajam dapat disembunyikan jika sedang tidak digunakan. Harimau hanya terdapat di Benua Asia. Pada awalnya harimau berkeliaran di daerah Kaspia dan Manchuria. Sebagai ahsil proses evolusi selama 50 ribu tahun hewan ini menyebar ke selatan dan Barat. Harimau memiliki daerah jelajah yang berbeda-beda dan suka menyendiri (soliter).

Sebagai hewan penyendiri harimau dapat menyerang siapa saja untuk mempertahankan dirinya. Bagi harimau lebih baik menyerang daripada diserang. Majalah Rona Volume 1 no 06, 1987 menyebutkan bahwa di hutan suaka Sundarban di India, setiap tahunnya sekitar 50 orang tewas akibat terkaman raja rimba ini. Walau pun demikian sebetulnya harimau takut pada manusia. Hanya harimau tua yang tidak tangkas lagi yang mencari manusia sebagai sasaran.

Indonesia hubungan manusia dan harimau juga menjadi tema karya sastra di Indoensia antara lain Mochtar Lubis  berjudul Harimau-harimau yang terbit pada 1975. Tokoh utama dalam novel itu bernama Buyung adalah seorang pemuda yang baru berumur 19 tahun yang mencari nafkah ke hutan belantara. Buyung adalah pengumpul damar bersama Wak Katok, Pak Haji, Pak Balam, Sutan, Sanip, dan Talib yang menemaninya. Mereka bertujuh pergi ke hutan untuk mengumpulkan damar.
Perjalanan mereka yang diceritakan dalam novel kali ini merupakan suatu petualangan yang amat menegangkan. Buyung dan yang lainnya, dikejar-kejar oleh seekor harimau yang kelaparan. Berhari-hari mereka mencoba untuk menyelamatkan diri. Namun, satu persatu dari mereka menjadi korban. Walau pun tidak dijelaskan lokasi persisnya namun novel ini jelas menggambarkan kawasan Sumatera sekitar 1960-an.

Novel dari Mochtar Lubis berjudul Berkelana dalam Rimba, cetakan pertama 1980, yayasan obor 2002 juag menyebutkan data sejarah dan budaya hubungan harimau manusia. Antara lain disebutkan pada pertengahan abad ke 19 ada laporan pejabat kolonial Belanda bahwa di Keresidenan Palembang setiap tahunnya sebanyak 1400-1500 jiwa melayang diterkam harimau. Di masa itu sering terjadi desa ditinggalkan penduduknya atau desa yang kehilangan penduduknya.

Citra harimau dalam dua novel karya Mochtar Lubis ini terasa negatif, mahluk yang membahayakan kehidupan manusia dan wajib diburu. Namun ada juga sastrawan yang melihat harimau adalah sekutu manusia. Harimau ditakuti sekaligus juga dikagumi. Begitu juga kebanyakan cerita folkfore dan dongeng pengantar tidur seperti si kancil dan harimau menunjukkan bahwa raja hutan ini adalah musuh bersama.

SB Chandra membuat novel Manusia Harimau dan beberapa sekuelnya pada 1970-an. Begitu juga dengan Motinggo Busye (nama samaran dari penulis Bustami Djalid lahir dari orangtua Minangkabau 1937-1999) menulis 7 Manusia Harimau sekitar 1980-an yang sebangun dengan cerita “werewolf”di dunia Barat. Harimau di mata dua penulis ini membeirkan kesan tidak sellau menjadi musuh manusia, tetapi juga bisa bebruat kebaikan untuk manusia atau menajdi sekutu.

Harimau dan Manusia dalam Mitos, Legenda, Cerita Orangtua

Bagi masyarakat beberapa tempat di Sumatera hubungan manusia dan harimau mengandung dimensi spiritual. Selain di Minangkabau, masyarakat Kabupaten Kerinci, Jambi juga melihat harimau sebagai hewan keramat, yang dihormati. Di Desa Sungai Deras, Kecamatan Air Hangat Timur, misalnya. Masyarakat masih melakukan beberapa ritual kepada sang raja hutan tersebut.3

Di Jawa Barat ada orang yang percaya ada satu kampung yang penduduknya siang hari manusia dan malam hari harimau. Bahkan di Tanah Pasundan ini, makna harimau memiliki dimensi kultural historis karena ada kepercayaan bahwa sosok Siliwangi yang merupakan representasi dari harimau (maung). Sebuah catatan pada jaman Belanda pada 1687 mengungkapkan mitos harimau ini. Catatan itu berasal dari Laporan Scipio(peneliti asal belanda) pada Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs yang diteruskan kepada atasannya di Belanda yang isinya memberitakan kepercayaan penduduk saat itu. Adapun laporan tersebut berbunyi "dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort" (bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja "Jawa" Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau). Laporan tersebut ditulis tanggal 23 Desember 1687 (baca tulisan http://firman-raharja.blogspot.com/2008/08/harimau-siliwangi.html).

Cerita lain ialah Babad Panjalu, yaitu kisah Maung Panjalu berawal dari Dewi Sucilarang puteri Prabu Siliwangi yang dinikahi Pangeran Gajah Wulung putera mahkota Raja Majaphit Prabu Brawijaya yang diboyong ke Keraton Majapahit. Dalam kisah-kisah tradisional Sunda nama Raja-raja Pajajaran (Sunda) disebut secara umum sebagai Prabu Siliwangi sedangkan nama Raja-raja Majapahit disebut sebagai Prabu Brawijaya. Pasangan ini melahirkan dua orang putera-puteri kembar, yang lelaki kemudian diberi nama Bongbang Larang sedangkan yang perempuan diberi nama Bongbang Kancana . Karena melanggar suatu pantangan ketika besar si kembar ini menjadi manusia harimau (baca http://raxenasukma.blogspot.com/p/mitos-maung-panjalu-bongbang-larang.html) . .

Di daerah Kerinci, Jambi ada kepercayaan itu disebut Cindaku di mana ada manusia yang mengubah dirinya menjadi harimau malam hari. Tandanya jejadian ini bila manusia itu tidak punya belahan tengah di atas bibirnya. Di Sumatera Barat menurut cerita seorang paman saya, siluman harimau itu diturunkan dari kakek, paman. Bila diturunkan kepada salah seorang dari keponakannya, maka keponakannya itu tidak bisa menolak. Bila diturunkan, biasanya yg menerima seperti punya kesaktian dan power. Biasanya yang ditunjuk gampang menjadi pimpinan.

Dalam cerita yang sudah berkembang, hewan yang bagi orang Minang disebut Inyiak Balang ini, ada yang jadi peliharaan orang tertentu. Pada mulanya, si harimau, suka memangsa ternak warga, kemudian juga mengganggu kenyamanan kampung. Oleh pawang harimau, Inyiak Balang ditangkap. Lalu bertuan pada manusia, siap dipanggil dan disuruh sewaktu-waktu sesuai kehendak tuannya. Hubungan antarâ tuan dengan harimau ini memang cenderung mistis. 

Masih di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Solok, ada legenda Inyiak Balang ada yang berhabitat di areal peladangan, hutan ulayat, dengan sebutan si-Ampang Limo. Sebutan lain seperti Inyiak Penjaga Kampung. Inyiak Balang sangat jarang memperlihatkan wujud aslinya (tubuh belang), melainkan bisa dibaca secara isyarat. Ketika ada seseorang yang tersesat di hutan, Inyiak Balang suka memberikan pertolongan. Sebaliknya, juga bisa marah bila ada warga yang kedapatan berbuat tidak terpuji atau kejahatan (baca tulisan Yulicef Anthony “Legenda Klasik Harimau di Minangkabau” dalam http://www.jpnn.com/read/2014/09/29/). Cerita ini menarik karena pas dengan cerita ibu saya bahwa “harimau jejadian” ini sebetulnya adalah penjaga kaum (semacam marga). Seorang kakak ibu yang bergabung di PRRI sering masuk hutan dan dilindungi “datuk”-nya dari mara bahaya, termasuk terkaman harimau. Di Ranah Minang, satu kampung itu merupakan tempat tinggal satu kaum. Menurut cerita ibu saya yang pernah tinggal di Sumatera Barat itu manusia harimau itudari seorang datuk (kakek). Kadang ia bersembunyi di bawah kolong rumah gadang. Di ranah Minang, ada menyebut harimau sebagai Inyak (atau nenek). Seorang kakak ibu saya kerap melempar makanan agar disantap oleh harimau jelmaan manusia itu.

Di Banten terdapat cerita rakyat tentang Syekh Mansyurudin. Dalam pengembaraannya di Banten Selatan, Masyurudin bertemu harimau yang terjepit kakinnya di kima. Ia pun melepas jepitan itu dengan perjanjian harimau dan keturunannya tidak menganggu keturunan Mansyrudin. Harimau itu menyanggupinya.

Beberapa Catatan Sejarah Serangan Harimau Sebelum Perang

Benturan antara manusia dan harimau di Indonesia secara realitas sudah terjadi sejak berabad-abad sejak masa Hindu Budha. Salah satu laporan klasik antara lain ditulis oleh William Marsden, seorang abdi EIC (East India Company) yang bertugas di Bengkulu pada abad ke 18 (1783) berjudul History of Sumatra menyebutkan tentang keahlian penduduk pribumi Sumatera menangkap harimau. Dalam buku yang saya kutip dari terjemahan dari Komunitas Bambu berjudul Sejarah Sumatra pada 2008 disebutkan desa-desa di Sumatra diterangi obor agar harimau tidak masuk. Disebutkan bahwa penulis berkebangsaan Inggris ini mendengar penduduk satu desa dibantai oleh harimau. Hanya beberapa orang yang percaya takdir dan keluarganya mati dimakan harimau menggunakan perangkap kandang besar yang pintunya bisa menutup otomatis untuk menangkap harimau denagn umpan anjing atau kambing. Jebakan lain ialah gelondongan kayu, hingga jebakan lubang berisi tombak. Marsden juga menyebutkan bahwa EIC Kerap membuat sayembara berburu harimau. Akibatnya kepala harimau sering dibawa untuk mendapatkan hadiah.

Ukuran dan kekuatan spesies harimau ini luar biasa. Mereka dikatakan dapat menghancurkan kaki kuda atau kerbau dengan cakarnya. Mereka dikatakan mampu menyeret mangsanya yang lebih besar dari mereka ke dalam hutan (halaman 172).

Peneliti lain Peter Boomgaard adalam bukunya Frontiers of Fear : People and Tiger in Malay World 1600-1950 Yale University, 2008 menunjukkan bagaimana orang dan harimau disesuaikan dengan perilaku masing-masing, setiap transmisi pembelajaran ini dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dia membahas asal-usul cerita dan ritual tentang harimau dan menjelaskan bagaimana bias budaya Eropa dan perbedaan kelas antara penduduk asli yang terkena dampak sikap terhadap harimau. Dia memberikan angka pada populasi mereka di era yang berbeda dan menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap status untuk hadir sebagai spesies yang terancam punah. Peter menjalin tulisannya cerita tentang raja-raja Melayu, penguasa kolonial, pemikat harimau, dan pemburu bayaran dengan fakta tentang harimau dan cara hidup mereka, buku ini merupakan kombinasi mengasyikkan sejarah lingkungan dan mikro.

Peter antara lain mengungkapkan tradisi seperti adu harimau dengan kerbau di Tanah Jawa. Perkelahian ternyata punya simbolis dan politik penting;: orang Jawa diidentifikasikan dengan kerbau dan harimau adalah orang Eropa. Peter juga menulis bahwa pada masyarakat tertentu di Sumatera dan Malaysia ada kepercayaan bahwa harimau adalah reinkarnasi leluhur mereka hingga menolak untuk membunuh. Saya sendiri juga pernah mendengar apa yang diungkapkan oleh Peter dari ibu dan kakak ibu saya waktu mereka mendongeng semasa saya anak-anak.

Harimau Jawa (panthera tigris sondaica) ukuran tubuhnya berada di antara ukuran tubuh subjenis harimau Sumatera dan harimau Bali. Pada 1850-an, harimau Jawa dianggap sebagai 'gangguan' di beberapa daerah perkotaan. Sehingga pada 1872 hadiah yang diberikan bagi sebuah kepala harimau yang terbunuh di Tegal, Jawa Tengah, adalah sekitar 3.000 gulden. Waktu itu ada beberapa lusin harimau dibunuh dalam usaha memperoleh hadiah tersebut.

Harimau Jawa bukan tidak biasa ditemui dan meminta korban ratusan jiwa manusia setiap tahunnya, namun penduduk tidak mau memerangi harimau ini, karena jika mereka melakukannya, berdasarkan pengalaman, akan menyebabkan rusaknya tanaman mereka oleh serbuan kawanan babi. Meskipun demikian, seorang pemburu ulung Ledeboer mengaku telah menembak 100 ekor harimau antara tahun 1910 dan 1940.

Sampai 1940 harimau sering terlihat dan ditembak di bagian selatan Jawa Barat, dan kadang-kadang beberapa ekor mencapai daerah Subang dan Cibadak. Populasi ini kemudian merosot dan mendekati pertengahan tahun 1960-an, harimau Jawa hanya ditemukan di suaka alam Ujung Kulon, Leuweung Sancang, Baluran dan Meru Betiri4.

 

 

 

Sumatera 1950-an Menurut Berita Surat Kabar

Sesudah merdeka hingga pada 1950-an berita tentang serangan harimau yang memakan korban jiwa dalam jumlah besar di kawasan Sumatera bisa dihitung dengan jari. Suara Rakjat Sumatera Selasa 26 Februari 1952  memuat kabar ” 200 Orang Korban Harimau di Musi Ilir/Rawas” merupakan salah satu di antaranya.  Kawasan Musi Ilir dan Musi Rawas pada masa itu berkeliaran  binatang buas seperti harimau dan buaya.  Sejak lima tahun sebelumnya (1947) harimau-harimau sering turun gunung, mengacau bukan saja memangsa ternak seperti sapi, kambing, tetapi juga manusia.  Perang kemerdekaan hingga bubarnya Negara Sumatera Selatan (NSS) membuat banyak mayat berserakan dan tak dikubur menjadi santapan harimau.  Setelah makanan habis, harimau-harimau mendatangi pinggir dusun dan menyerang ternak. Jumlah harimau terus bertambah. Sekali pun penduduk dusun  kadang kambing dikoyak dan dibongkar.  Penduduk yang sedang bekerja di kebun atau yang pulang-pergi diserang menjadi korban.

Bukan sadja dikebun2 harimau berani, tetapi djuga didalam rumah, dimana pernah seorang tiga beranak mendjadi korban akibat harimau mendobrak pintu untuk masuk. Dengan demikian umumnja petani2 dalam daerah Musi Ilir dan Rawas selalu siap sedia dan waspada menghadapi setiap serangan harimau jang mungkin terdjadi setjara mendadak.  Tetapi sementara itu telah banjak pula jang mendjual kebun seperti di Musi Rawas, karena sudah djemu dan djiwa tidak aman menghadapi harimau. Selain dari pada itu, bukan sedikit jang sudah berentjana untuk mengunsgi kekota2….

Beberapa harimau dilaporkan dapat ditangkap dan dibunuh, tetapi dibandingkan dengan angka jumlah korban manusia  sangat jauh memalukan manusia.

Sumatera bagian Selatan mencatat banyak sejarah konflik harimau dan manusia yang cukup panjang, Richard Elis dalam bukunya Tiger Bone and Rhino Horn: The Destruction of Wild Life for Traditional Chinese Medicine, 2005 mengungkapkan antara lain Pemerintah Kolonial di Sumatra menggunakan racun untuk membunuh harimau awal 1900-an dalam jumlah terbatas, serdadu dan polisi juga kerap menembak harimau. Pada 1972 penduduk Baturaja (Sumatera Selatan) mengklaim 30 penyadap karet tewas dimangsa harimau.

Serangan masif lainnya yang bisa dilacak Harian Fikiran Rakjat 4 Februari 1955 ketika terjadi banjir besar melanda Jambi. Tidak terlalu jelas di mana lokasi tepatnya hanya disebutkan seekor harimau betina dan dua ekor anaknya mengancam para pengungsi di sekitar Hutan Kerinci. Harimau ini sebetulnya juga terjebak oleh banjir. Namun polisi akhirnya menembak mati induk harimaunya dan membawa dua ekor anaknya untuk dipelihara di tangsanya di Kota Jambi. Pembunuhan yang disebur “mengakhiri penderitaan” harimau ini mencerminkan bahwa binatang ini memang ditakuti. Hanya dalam waktu sebulan pada Januari 1955 di Keresidenan Jambi tercatat 40 orang tewas oleh serangan harimau.

Hingga saat ini kawasan Sumatera bagian selatan masih ada serangan harimau terhadap manusia atau bergesekan antar dua spesies ini. Misalnya pada Maret 2015 seorang warga Desa Embacang Gedang, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Merangin Jambi tewas diterkam harimau di kebun miliknya, ketika sedang menyadap karet.5 Serangan ini menunjukkan bahwa harimau sudah masuk ke habitat yang dikelola manusia karena menyusutnya habitat hidupnya, seperti yang terjadi 1970-an.

Pikiran Rakjat edisi 6 Mei 1958 melaporkan serangan berikutnya di kawasan Batu Lunggu Lampung (saya agak kesulitan melacak tempat itu saat ini dan kemungkinan di kawasan Lampung Barat berhubungan dengan cerita Buay Belungguh, pasalnya di daerah itu ada situs purbakala). Sejak akhir 1956 hingga triwulan pertama tahun 1958 sekitar 25 orang tewas diserang harimau. Penduduk setempat percaya serangan harimau berhubungan dengan dirusaknya suatu tempat keramat yang disebut “batu bersurat” bertulisan huruf purba-yang diperkirakan dilakukan alat negara dengan dinamit. Batu bersurat itu diyakini sebagai tempat bersembunyi para harimau. Sejumlah kampung dilaporkan dikosongkan menjadi daerah operasi oleh para pemburu.

Saya agak kesulitan apa yang disebut kawasan Batu Lunggu Lampung melacak tempat itu saat ini dan kemungkinan di kawasan Lampung Barat berhubungan dengan cerita Buay Belungguh, pasalnya di daerah itu ada situs purbakala. Data kontemporer juga menunjukkan kawasan Lampung masih mencatat beberapa kunjungan harimau ke “habitat manusia”. Misalnya saja pada April 2015 seekor harimau tiba-tiba muncul di permukiman penduduk di Tanggamus, Lampung. Beruntung tidak terjadi konflik dengan manusia. Harimau akhirnya ditembak bius sebelum semakin jauh masuk ke permukiman.6

Hingga 1950-an harimau masih dicitrakan sebagai hewan berbahaya dan wajib diburu. Penelusuran saya pada majalah Rimba Indonesia yang terbit pada 1950-an terdapat beberapa tulisan kritis tentang perburuan hewan liar yang dinilai sudah dianggap sebagai pembantaian. R. Koesnadi P. Satmoko mengungkapkan terjadinya cara manusia memandang berburu. Dulu manusia berburu untuk makanan atau membela ternak dari ancaman binatang buas. Tetapi berburu akhirnya bergeser menjadi nafsu belaka, mulai dari kekayaan (seperti pada gading gajah) hingga berburu kegemaran dan olahraga. Pada 1950-an perdagangan gelap hewan seperti orangutan sudah dibicarakan, namun belum ada tindakan.7

Luas hutan di Indonesia pada masa itu masih memadai untuk habitat hewan liar, termasuk harimau. Kerusakan hutan belum semasif pasca 1970-an.

Tabel I

Wilayah

Luas hektar

Presentasi dari luas tanah

Jawa/Madura

2.715 ribu Ha

22%

Sumatra

29.240 ribu Ha

62%

Kalimantan

41.600 ribu Ha

77%

 

Sumber Rimba Indonesia No 1-2, Januari-Februari 1954

 

Bentrokan Harimau dengan Manusia Era Kontemporer

Pada Juli 2011 Pekon Pelitajaya juga di Lampung Barat itu berlokasi sekitar 345 kilometer dari Bandarlampung, di Pesisir Selatan didatangi harimau. Selama beberapa malam banyak warga yang bertahan diri untuk tidak keluar rumah, ditakutkan harimau tersebut tiba-tiba keluar dan memangsa warga, jadi hampir setiap malam keadaan kampung menjadi mencekam akibat harimau liar tersebut. Harimau masuki area perkampungan warga, mulai memangsa sapi dan hewan ternak lain. Hampir setiap hari ternak milik warga mulai berkurang.  Konflik antara hewan dan manusia disebabkan marak pemburuan rusa8.  

Suatu hari pada Oktober 2012 sekitar pukul 10.00 kawanan harimau dilaporkan melintas dan menghalangi jalan di wilayah Pekon Keagungan, Kecamatan Lumbokseminung, Kabupaten Lampung Barat. Akibatnya Solikin, 35, warga Pekon Keagungan, Kecamatan Lumbokseminug, Lampung Barat, langsung kabur meninggalkan motor dan lari tungganglanggang.9

Masih dalam 2012, Fitrius Kenedi warga Tanjung Lolo, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Pria berusia 36 tahun ini  diterkam harimau ketika hedak menangkap burung di hutan yang tidak jauh dari rumahnya. Fitrius Kenedi, sebagaimana diberitakan Antara, Senin 19 November 2012, ketika sampai di hutan dia terpeleset dan masuk ke dalam semak belukar yang ternyata dihuni harimau. Kejadiannya hanya 100 meter dari rumahnya.

Bentrokan antara manusia harimau secara berpapasan juga dialami Dodi, salah seorang warga Suku Anak Dalam (SAD) berkeinginan untuk berburuh babi hutan pada September 2013. Namun yang terjadi sial Dodi malah bertemu sama seekor Harimau Sumatera yang akan bersiap-siap menerkamnya. Badan Dodi gemetaran saking takutnya. Dodi lalu menarik pelatuk senjata api rakitan (kecepek) yang ada di tangannya. Harimau tewas, kemudian menjadi makanan Suku Anak Dalam.10

Pertengahan 2013 ada kejadian menarik di Aceh, di mana harimau membalas serangan manusia. Sebanyak lima pria selama lima hari terjebak di atas pohon untuk menghindari induk harimau Sumatera yang mengamuk, karena mereka memasang jerat dan membunuh seekor anak harimau Sumatera ini berhasil dievakuasi oleh tim penyelamat. Namun rekan mereka bernama David, sudah lebih dulu tewas setelah dicabik oleh harimau Sumatera. Keenam pria ini merupakan warga dari Desa Simpang Kiri di Kabupaten Aceh Tamiang ini memasuki kawasan taman nasional untuk mencari gaharu pada hari Selasa, 2 Juli 2013.

Diceritakan bahwa dalam perjalanan para pencari gaharu ini biasanya mencari satwa di hutan untuk dijadikan bahan makanan. Hal yang sama dilakukani dengan keenam pria yang mulai masuk ke hutan sejak pekan lalu ini. Mereka memasang jerat dari tali besi untuk menangkap rusa. Sayang, bukan rusa yang didapat, namun justru anak harimau yang masuk perangkap. Anak harimau ini pun mati dan sontak membuat induknya mengamuk dan membunuh David yang saat itu masih dalam jangkauannya.11 

Sebetulnya memasuki 1970-an keadaan tampaknya berbalik. Pelan-pelan manusialah yang menjadi ancaman bagi harimau.   Berdasarkan catatan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1978, populasi harimau Sumatera masih berjumlah sekitar seribu ekor. Pada 2012 sebuah situs menyebutkan bahwa, populasi harimau Sumatera diperkirakan kurang dari 400 ekor. Lebih dari setengah populasinya ditemukan di Kerinci Seblat – Bukit Barisan lanskap selatan yang membentang dari Tesso Nilo di Riau untuk Bukit Tigapuluh, dan kemudian dari Kerinci Seblat untuk Bukit Barisan Selatan. Harimau Sumatera terdapat pula di Taman Nasional Gunung Leuser.12 Di Taman Nasional Gunung Leuser sendiri menurut penenilti Mike Griffiths yang dikutip oleh Buletin Leuser Volume 06 Maret 2008 No 12 jumlahnya berkisar 110 ekor.

Bagaimana dengan Jawa? Jauh lebih mengenaskan. Pada 1979 diperkirakan tiga ekor harimau masih tersisa. Presiden Soeharto menekankan kebutuhan untuk melindungi harimau tersebut, namun usaha ini memerlukan relokasi 5.000 buruh perkebunan. Beberapa politikus menganggap tindakan untuk menyelamatkan beberapa ekor harimau ini terlalu berlebihan, sehingga usaha konservasinya menjadi terhambat. Meskipun tidak pernah diumumkan secara resmi, seseorang dapat menyatakan, tanpa merasa takut akan munculnya pertentangan pendapat, bahwa harimau Jawa telah punah 13. Tony Witthen dan kawan-kawannya dalam bukunya Ecology of Java and Bali, University of New South Wales Press, 1996 menyebutkan bahwa foto terakhir harimau Jawa diambil di Ujung Kulon pada 1938.

Pulau lainnya yang mempunyai harimau adalah Bali. Harimau bali merupakan harimau terkecil dari ketiga subspesies harimau Indonesia, bahkan di dunia.  Beratnya hanya 90-100 kg (jantan) sedangkan yang betina sekitar 65-80 kg. Harimau bali memiliki ciri loreng yang kadang diselingi tutul-tutul kecil. Di Pulau Dewata ini menurut laporan Majalah Rona Volume 1 No 06 1987, berjudul “Harimau Raja Rimba yang Perkasa” bangkai seekor harimau Bali (Panthera Tigris Balica) yang terakhir ditemukan dalam keadaan rusak. Kulitnya sudah dalam keadaan terpoyong-potong. Hal ini cukup tragis karena bangkainya saja tidak dapat diselamatkan.

Tony Witthen bersama kawan-kawannya dalam bukunya Ecology of Java and Bali mencatat bahwa pada pertengahan 1936 lima ekor harimau Bali ditembak sekaligus. Padahal harimau ini sebeutlnya pertama kali dideskripsikan pada 1912 dan terlihat 30 tahun sebelumnya. Pada awal abad ke-20, harimau Bali bertahan hanya di bagian barat pegunungan dan relatif jarang penduduknya. Berikut tekanan berburu meningkat karena negara itu secara bertahap membuka dan banyak orang Eropa yang tinggal di Jawa menyukai apa yang disebut perjalanan berburu ke Bali.Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa Harimau Bali yang sering disebut “samong”, terakhir kali dilihat tahun 1937. Pada 27 September 1937 samong terakhir dibunuh di Sumbar Kima, Bali bagian Barat14.

Penyebab lain dari ancaman kepunahan harimau Sumatera adalah karena terjadinya konversi hutan menjadi lahan, kebakaran hutan dan pembakaran hutan, eksploitasi hutan besar-besaran, penebangan liar (illegal logging), perambahan hutan pohon rindang menjadi pokok-pokok sawit, karet, dan jarak. Sekalipun banyak seruan untuk menanam pohon, yang banyak terjadi justru adalah penanaman sawit. Pohon sawit tidak dapat menyerap air hujan. Ini berbeda dengan hutan sebagaimana pada umumnya. Padahal, makhluk hidup sangat membutuhkan air.

Kematian harimau akibat ulah manusia, bukan lagi karena peregsekan tetapi juga perburuan secara masif. Setidaknya 23 harimau Sumatera telah dibunuh untuk memenuhi permintaan suvenir, obat-obatan tradisional, maupun perhiasan dari yang dibuat tubuh harimau.  Data itu diungkapkan oleh Lembaga perdagangan hewan-hewan langka Inggris, TRAFIC pada  2008. Lembaga itu menyebutkan bahwa telah ditemukan tulang harimau, taring, dan cakar dijual secara bebas di delapan kota di Sumatera pada 2006. Nilai seekor harimau mati adalah US$ 3.300 atau sekitar Rp 39.600.000, lebih banyak dari jumlah pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia dalam setahun. Bahkan Agustus 2009 perburuan harimau itu bahkan sampai ke sebuah kebun binatang di Jambi, hingga ditemukan seekor harimau hanya tinggal ususnya saja.15

Titik balik serangan manusia yang begitu masif terhadap harimau ini juga didorong oleh mitos soal obat dan makanan terutama tradisi Tionghoa, seperti halnya pada cula badak. Misalnya saja Judy A Mills dan Peter Jackson, Killed for a cure: A Review of the Worldwide Trade in Tiger Bone mengungkapkan bahwa Rusia, Asia Tenggara, India, China, dan Nepal sebagai pemasok tulang harimau. Konsumen utamanya antara lain China, Korea Selatan, dan Taiwan. Dalam penelitian itu tercatat ekspor sekitar 3.990 kilogram tulang harimau dari Indonesia ke Korea Selatan sejak 1970 hingga 1993. Hal senada juga ditulis oleh Richard Elis dalam bukunya Tiger Bone and Rhino Horn: The Destruction of Wild Life for Traditional Chinese Medicine, pada 2005.

Laporan pada 2013 lalu oleh lembaga yang melakukan monitoring dan pencegahan perdagangan satwa liar dunia, TRAFFIC menyatakan setidaknya 1425 ekor harimau sudah ditangkap di Asia dalam 13 tahun terakhir. Namun dari data di dalam laporan berjudul Reduced to Skin and Bones Revisited yang meliputi 13 negara. Kamboja adalah yang terparah, tak ada data jumlah penangkapan harimau yang tercatat selama periode tersebut. TRAFFIC menyebutkan paling tidak 654 ekor harimau dibunuh dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, mulai dari kulit hingga tulang, lalu gigi, telapak kaki dan tengkoraknya selama periode ini, atau sekitar 110 ekor harimau mati diburu setiap tahun, dengan angka rata-rata dua ekor atau lebih setiap minggunya.

Para petani di Jambi dan daerah Sumatera sering membunuh harimau dengan sengaja karena harimau masuk ke kawasan perkebunan dan pertanian. Pembunuhan Harimau Sumatera yang sering dilakukan petani di Jambi dilakukan dengan memasang jerat maupun memberikan racun melalui makanan. Di Propinsi Jambi selama 2012-2014 , sedikitnya 46 ekor harimau Sumatera mati akibat konflik dengan manusia. Di antaranya dua ekor harimau Sumatera mati terkena jerat beraliran listrik yang dipasang petani di kawasa perkebunan Kabupaten Tanjungjabung Timur. Data pada tahun sebelumnya di Sumatera antara 1998 sampai 2000 tercatat 66 ekor Harimau Sumatera terbunuh16.

Kejadian lainnya di Taman Nasional Leuser sendiri sebagai salah satu habitat utama harimau Sumatera yang masih tersisa. Namun ekspansi pembangunan hingga ke dalam kawasan hutan, terus menekan habitat satwa-satwa yang masih tersisa di alam liar ini. Akibat tekanan ini, sejumlah satwa besar seringkali dinilai memasuki wilayah manusia, dan bukan sebaliknya. Pembangunan jalan tembus antarkabupaten dalam 10 tahun terakhir di Aceh sendiri telah memutuskan sedikitnya enam koridor satwa di kawasan hutan ekosistem Leuser dan ekosistem Ulu Masen17

Tabel II

Berdasarkan riset saya dari berbagai media kasus Bentrokan Manusia dengan Harimau 2010-2015 dari berbagai media masa yang menunjukkan benturan antara habitat manusia dan harimau. Sebagian besar kejadian yang menewaskan manusia di lahan miliknya sendiri atau dia sedang mencari nafkah di dekat habitat harimau. Sebaliknya korban harimau terjadi akibat jebakan yang dipasang warga untuk mempertahankan hak milik warga. Dengan kata lain bentrokan antara dua spesies ini terjadi lebih karena saling mempertahankan habitat.

Selain mempertahankan ladang dan perkebunan miliknya, perkembunan komersil juga menjadi kepentingan manusia. Di antaranya kebunsawit adalah perkebunan yang sangat menggiurkan. Untuk melindungi perkebunan dari serangan babi, petani kini menggunakan pagar listrik, membentang beberapa kilometer, dengan tegangan mematikan.

 

Waktu Kejadian

Lokasi

Deskripsi

Maret 2010

Kabupaten Muarojambi, Propinsi Jambi

Harimau Sumatera (panthera tigris Sumatrae) dilaporkan menerkam Darmilus (25), warga Desa Sponjen, hingga tewas. Darmilus mencari ikan di pinggiran kawasan hutan.

September 2010

Propinsi Riau

Seorang petani sawit, Sugianto (35), warga Dusun Air Raja, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, tewas dimakan harimau. 

 

Juni 2011

Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi

Dua ekor Harimau Sumatera dilaporkan warga Desa Talang Kemuning, Kecamatan Gunung Raya, telah memangsa ternak kerbau yang masih berusia 25 hari mereka. Kedua harimau itu adalah induk yang sedang mengajari anaknya berburu.

Juli-Agustus 2011

Banyuasin, Sumatera Selatan

Seekor harimau betina berusia tujuh tahun itu ditangkap dari habitat aslinya di kawasan konsesi hutan tanaman industri (HTI) PT Sumber Hijau Permai (SHP). Penangkapan dilakukan setelah dua karyawan SHP tewas. Harimau itu kemudian di rekolasi ke Pulau Betet.

September 2011

Bengkulu Selatan

Milyan, 18 tahun tewas diterkam harimau di kebun kopi miliknya, di Desa Pino Baru.

Januari-Maret 2012

Propinsi Bengkulu

Dua ekor harimau Sumatra ditemukan mati di kawasan hutan Bengkulu.  Di antaranya seekor harimau terkena jerat pemburu di Hutan Lindung Bukit Daun di Kecamatan Tes, Kabupaten Lebong

Pertengahan Februari 2012

Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi

Terjadi serangan terhadap soerang nenek, dua orang pemudadi perkebunan karet, serta seorang lagi tewas diterkam harimau.

Pertengahan Juni 2012

Propinsi Riau

Seekor harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) mati meregang nyawa setelah tertangkap oleh warga di RT 02/05 Dusun Sei Tengar, Kepenghuluan Pasir Limau kapas, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rohil dengan cara dijerat.  Penjeratan itu terjadi setelah lebih dari 15 ekor hewan ternak berupa kambing milik warga hilang atau mati dimangsa harimau dalam dua bulan terakhir

Awal September 2012

Kabupaten Muarojambi, Propinsi Jambi

Dua bayi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang berusia sekitar dua bulan, berjenis kelamin betina, ditangkap empat petani warga Pancoran, Desa Ladangpanjang, Kecamatan Sungaigelam, Kabupaten Muarojambi, Jambi. Kedua bayi harimau itu kemduian diserahkan ke Kebun Binatang Tamanrimba, Kota Jambi.

Pertengahan November 2012

Propinsi Sumatera Barat

Fitrius Kenedi, 36 tahun warga Tanjung Lolo, Kabupaten Sijunjung, tewas diterkam harimau hanya sekitar 100 meter di rumahnya ketika hendak mencari burung,

24/01/13

Porpinsi Jambi

Sutardi (21), warga Desa Suban, Kecamatan Batangasam, Kabupaten Tanjungjabung Barat tewas diterkam harimau di lokasi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) Distrik V PT Wira Karya Sakti (WKS), Desa Suban, Kecamatan Batangasam

Juni-Juli 2013

Kabupaten Mandailing  Natal (Madina), Sumatera Utara

Dayah. Wanita berusia 38 tahun itu diserang harimau 2 Juli lalu, hingga luka parah saat beraktifitas di tepi sungai Nainjon, sekitar 20 km dari pemukiman penduduk. Dua minggu sebelumnya harimau menerkam Torkis Lubis (21) hingga tewas dengan kepala terpisah dari badan. Mayatnya ditemukan pada 22 Juni 2013.

Juni-Juli 2013

Propinsi Riau

Harimau menerkam tiga ternak juga dua ekor hewan peliharaan seperti anjing dan kucing di Desa Sanglap Kabupaten Indragiri Hulu. Pada waktu yang sama seekor harimau Sumatera juga tewas akibat terjebak jerat kawat baja di dalam konsesi PT Arara Abadi di Kabupaten Pelalawan, Riau

Januari 2014

Propinsi Jambi

Sejumlah warga di Desa Durian Rambun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi menemukan seekor anak harimau Sumatera mati tertembak di bagian mata.  Sekitar 10 hari sebelumnya seorang laki-laki bernama M Nahu (35) menderita luka parah di bagian kaki kanan akibat diterkam harimau Sumatera saat tengah mencari kayu bakar di pinggir hutan tak jauh dari desanya.

Pertengahan Mei 2014

Propinsi Jambi

Tim patroli Penyelamatan Harimau Sumatra Kerinci Seblat (PHKS) menemukan seekor harimau terjerat di daerah Sungai Asam, Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang.Sebelumnya seorang warga desa Embacang Gedang, kecamatan Tabir, Kabupaten Tebo tewas diterkam harimau. Warga desa Embacang Gedang yang bernama Hanafis ini tewas diterkam harimau ketika tengah menyadap karet di kebun miliknya yang ditempuh sekitar dua jam perjalanan dari rumahnya. 

22 Februari 2015. 

Propinsi Bengkulu

 Isman (45) bin Buri  tewas setelah diterkam harimau, yang mana saat itu korban tengah menyadap getah karet di kebun miliknya.

Mei 2015

Nagari Pelangai Gadang, Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat

Seekor harimau yang terjerat dalam perangkap babi milik Darwin (55) dengan kondisi yang sudah membusuk.

 

Penutup

Adanya kesamaan antara cara pandang manusia terhadap serigala di dunia Barat dan cara pandang manusia terhadap harimau di Indonesia (sebetulnya di beberapa negara Asia lainnya). Di satu sisi hewan-hewan ini dicitrakan menakutkan, membahayakan dan wajib diburu. Hewan-hewan ini termasuk menduduki posisi tinggi dalam rantai makanan dan itu sebabnya di sisi lain serigala dan harimau juga dipuja dalam budayanya masing-masing. Folkfore dan karya sastra (juga film) tentang adanya manusia serigala dan harimau menunjukkan keinginan manusia memiliki kehebatan yang dimiliki spesies-spesies ini.

Saya juga menduga sebetulnya serigala dan harimau adalah bentuk level lebih tinggi dari hewan yang dekat dengan manusia, seperti anjing (satu keluarga demgan serigala) dan kucing (satu keluarga dengan harimau). Kekaguman manusia atas kedigayaan harimau misalnya diabadikan dalam aliran silat di Sumatera Barat yang disebut sebagai silat harimau. Di Ranah Minang ini juga ada aliran silat yang disebut sebagai Harimau Campa.

Penelusuran sejarah menunjukkan bahwa perburuan serigala atau harimau juga mempunyai dua sisi. Di satu sisi berburu hewan-hewan ini demi membela kelangsungan hidup manusia, tetapi juga memiliki gengsi sendiri karena dianggap sulit, berbahaya, hingga menimbulkan prestise. Perburuan terhadap serigala dan harimau melibatkan kalangan elite, pejabat hingga tentara. Bahkan menggunakan senjata yang canggih.

Konservasi terhadap harimau di Indonesia tampaknya terlalu terlambat dibanding hewan liar lainnya. Hingga 1950-an harimau masih dianggap hewan berbahaya hingga dibiarkan saja diburu demi keselamatan manusia. Bentrokan antara manusia dan harimau sulit dihindarkan karena kepentingan ekonomi, seperti perluasan kebun kelapa sawit dan pemukiman, bahkan pembangunan infrastruktur. Perburuan babi yang gencar dilakukan warga di sejumlah wilayah berakibat putusnya mata rantai makanan bagi harimau sehingga tidak tersedia lagi makanan bagi spesies ini. Akibatnya harimau beralih memangsa ternak milik warga.

Irvan Sjafari

Catatan Kaki

  1. http://historia.id/modern/jejak-harimau-di-dunia tulisan Mira Renata. Diakses 13 Juni 2015.

  2. http://www.historicmysteries.com/history-of-the-werewolf-legend/ karya penulis sejarah misteri Amerika Shelly Barclay. Situs ini diakses 6 Juni 2015. Lihat juga tulisan Ivy Stanmore “The Dissapearance Wolves in The British Isles” dalam http://www.wolfsongalaska.org/chorus/node/230

  3. http://www.suara-alam.com/id/satwa/2013/02/04/harimau-sumatera-nenek-bagi-warga-kerinci#.VXgp__ntmko

  4. http://tioharimrtie.blogspot.com/2011/01/penelusuran-jejak-harimau-jawa-pt.html diakaes 13 JUni 2015

  5. http://www.jurnalsumatra.com/2015/03/07/seorang-warga-merangin-tewas-diterkam-harimau/ diakses 6 Juni 2015

  6. http://news.detik.com/read/2015/04/10/134632/2883619/10/harimau-nyasar-ke-dekat-pasar-di-tanggamus-lampung-warga-kaget diakses 6 Juni 2015

  7. Rimba Indonesia, No 10,11,12 Tahun ke II Oktober-November 1953. Hewan yang dipandang wajib dilindungi dalam artikel itu antara lain gajah. Dalam artikel lanjutannya dimuat di Rimba Indonesia 3,4,5 atau Maret-Mei 1955 disebutkan jumlah gajah sebelum perang di Sumatra sekitar 2000 ekor menyusut menjadi 900 ekor pada pemeriksaan 1951. Polisi dan tentara juga dituding terlibat dalam perburuan gajah.

  8. http://www.antaranews.com/berita/268361/harimau-resahkan-masyarakat-pesisir-lampung-barat diakses 6 Juni 2015

  9. http://www.suara-alam.com/id/satwa/2012/11/02/di-lampung-barat-3-harimau-melintas-di-jalan#.VXJnEM-qpBc diakses 6 Juni 2015.

  10. http://nasional.tempo.co/read/news/2013/09/19/058514678/Kisah-Suku-Anak-Dalam-Makan-Harimau diakses pada 11 Juni 2015.

  11. http://www.mongabay.co.id/2013/07/09/mengapa-harimau-menyerang-manusia/

  12. Setyadi R. Saleh “Sayupnya Raung Harimau sumatera” dalam http://www.lenteratimur.com/sayupnya-raung-harimau-sumatera/2/  diakses pada 18 Februari 2015).

  13. http://tioharimrtie.blogspot.com/2011/01/penelusuran-jejak-harimau-jawa-pt.html diakses pada 13 Juni 2015.

  14. http://www.andriewongso.com/articles/details/11540/Punahnya-Harimau-Bali diakses pada 14 Juni 2015. Lihat juga http://www.petermaas.nl/extinct/speciesinfo/balitiger.htm diakses 16 Juni 2015.

  15. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/84847-harimau_itu_hanya_tersisa_usus_ususnya diakses 6 Juni 2015

  16. http://sp.beritasatu.com/home/harimau-sumatera-semakin-banyak-mati-di-tangan-petani/68492 lihat juga http://news.okezone.com/read/2015/05/04/340/1144174/harimau-betina-mati-terjerat

  17. http://www.mongabay.co.id/2013/07/09/mengapa-harimau-menyerang-manusia/ diakses pada 13 Juni 2015

 

Sumber Foto:

Main Foto : Harimau dan Manusia Kredit foto www.kanalsatu.com

Perburuan Harimau di Tanah Jawa Kredit Foto: https://nikkiputrayana.files.wordpress.com/2008/06/aantal-indonesische-mannen-met-geweren-bij-een-dode-tijger2.jpg

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun