Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seteru atau Sekutu? Harimau dan Manusia dalam Mitos, Sejarah dan Realitas

16 Juni 2015   22:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 8497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Propinsi Bengkulu

 Isman (45) bin Buri  tewas setelah diterkam harimau, yang mana saat itu korban tengah menyadap getah karet di kebun miliknya.

Mei 2015

Nagari Pelangai Gadang, Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat

Seekor harimau yang terjerat dalam perangkap babi milik Darwin (55) dengan kondisi yang sudah membusuk.

 

Penutup

Adanya kesamaan antara cara pandang manusia terhadap serigala di dunia Barat dan cara pandang manusia terhadap harimau di Indonesia (sebetulnya di beberapa negara Asia lainnya). Di satu sisi hewan-hewan ini dicitrakan menakutkan, membahayakan dan wajib diburu. Hewan-hewan ini termasuk menduduki posisi tinggi dalam rantai makanan dan itu sebabnya di sisi lain serigala dan harimau juga dipuja dalam budayanya masing-masing. Folkfore dan karya sastra (juga film) tentang adanya manusia serigala dan harimau menunjukkan keinginan manusia memiliki kehebatan yang dimiliki spesies-spesies ini.

Saya juga menduga sebetulnya serigala dan harimau adalah bentuk level lebih tinggi dari hewan yang dekat dengan manusia, seperti anjing (satu keluarga demgan serigala) dan kucing (satu keluarga dengan harimau). Kekaguman manusia atas kedigayaan harimau misalnya diabadikan dalam aliran silat di Sumatera Barat yang disebut sebagai silat harimau. Di Ranah Minang ini juga ada aliran silat yang disebut sebagai Harimau Campa.

Penelusuran sejarah menunjukkan bahwa perburuan serigala atau harimau juga mempunyai dua sisi. Di satu sisi berburu hewan-hewan ini demi membela kelangsungan hidup manusia, tetapi juga memiliki gengsi sendiri karena dianggap sulit, berbahaya, hingga menimbulkan prestise. Perburuan terhadap serigala dan harimau melibatkan kalangan elite, pejabat hingga tentara. Bahkan menggunakan senjata yang canggih.

Konservasi terhadap harimau di Indonesia tampaknya terlalu terlambat dibanding hewan liar lainnya. Hingga 1950-an harimau masih dianggap hewan berbahaya hingga dibiarkan saja diburu demi keselamatan manusia. Bentrokan antara manusia dan harimau sulit dihindarkan karena kepentingan ekonomi, seperti perluasan kebun kelapa sawit dan pemukiman, bahkan pembangunan infrastruktur. Perburuan babi yang gencar dilakukan warga di sejumlah wilayah berakibat putusnya mata rantai makanan bagi harimau sehingga tidak tersedia lagi makanan bagi spesies ini. Akibatnya harimau beralih memangsa ternak milik warga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun