Kubuka mataku, dan kulihat sekelilingku. Sepertnya aku berada di sebuah ruangan di sebuah rumah sakit.Â
Disana nampak ibuku yang sedang duduk disisiku sambil menangis. Ayahku mencoba menenangkan ibu. Terlihat pula adikku Rafa yang sedang berdiri memandangku. Tatapan mereka terhadapku penuh kekhawatiran.
"Bu, ibu kenapa menangis? " Tanyaku. Aku kebingungan. Apa sebenarnya yang terjadi?Â
Ada apa denganku? Semua pertanyaan itu memenuhi benakku. Ibu semakin sedih dengan pertanyaan ku itu. Dan itu menambah kebingunganku.
"Ayah, kalian kenapa menatapku begitu? Aku kenapa? " Aku kembali bertanya pada ayah. Tidak jauh berbeda dari ibu, ayah pun tidak menjawab pertanyaaku.
"Nara, sebaiknya kamu istirahat dulu aja ya. Nara harus banyak istirahat biar cepat pulih. " Kata ayah sembari menghapiriku dan mengusap-usap rambutku.Â
Aku pun mencoba menuruti perkataan ayah. Tubuhku memang masih lemah. Sepertinya aku butuh tidur. Aku berharap cepat keluar dari rumah sakit ini. Aku tidak menyukai aromanya, bau obat yang menyengat membuat ku tak nyaman.
Esok harinya, bu Mia dan beberapa temanku yang lain menjengukku di rumah sakit. Tidak ketingglan Eva juga ikut serta.Â
Mereka memberiku semangat dan motivasi agar cepat sembuh. Aku harap secepatnya aku bisa bersekolah lagi dan bersenda gurau dengan mereka.Â
Dua jam lamanya mereka menemaniku, dan kemudian bu Mia dan teman-teman pamit pulang. Sekarang aku kembali sepi. Tapi tidak apa-apa, aku cuma sebentar saja di rumah sakit ini. Pikirku.
Beberapa hari di rumah sakit, aku merasa tubuhku semakin lemah. Pusing dan mual menjadi-jadi. Lagi-lagi aku mimisan. Kali ini darah yang mengucur semakin banyak.Â