Kamarku telah tertata tapi. Ibu yang merapikannya untukku. Boneka kucingku masih di sana, disamping bantal kesayanganku. Kuraih boneka kucingku, dan kudekap. Aku duduk di meja belajarku. Lama aku tidak berada di sana.Â
Aku rindu dengan segala aktivitasku. Pandanganku tertuju pada sebuah buku catatan yang tergeletak di pojok meja belajarku.Â
Kuambil buku itu, kemudian aku buka. Terlihat catatan-catatan harianku yang tertulis dengan rapi . Teringat kembali akan masa-masa indahku yang aku goreskan di tiap lembarnya. Aku terus membuka lembar demi lembar catatan itu, hingga aku pada akhirnya berada pada lembaran yang masih kosong. Kuambil sebuah pena dan aku mulai menulis pada lembaran kosong tersebut.
Malam ini kali pertama kami makan di meja makan bersama di rumah yang aku rindukan. Kulihat ayah mencoba bersikap biasa saja. Walaupun aku tahu sebenarnya ayah mencoba agar aku tidak terlalu sedih dengan keadaanku sekarang. Ayah mencoba agar aku tetap kuat.
Ibu kali ini memasak hidangan kesukaanku. Kami pun berdoa bersama sebelum memulai untuk makan. Setelah berdoa, aku mengambil sendokku dan mulai menyendoki makananku ke mulut. Hening, hanya bunyi sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
Kupandangi satu  per satu dari mereka yang ada di hadapanku. Mulai adikku Rafa. Aku berharap kelak ia bisa menjadi seseorang yang bisa diandalkan dalam keluarga ini. Menjadi kebanggaan keluarga dan juga bisa menjaga ayah dan ibu. Sambil memasukkan sendok ke mulutku, aku kembali memandang ibu. Kulihat wajah sedihnya yang sekuat tenaga ia sembunyikan.
Ibu adalah wanita sabar dan penyayang. Bagiku ibu adalah sosok hebat. Aku bersyukur pada Tuhan telah mengirimku ke dunia melalui wanita hebat ini. Aku terasa haus, kuraih segelas air yang telah tersedia.Â
Ku teguk perlahan dan kini aku menatap ayah. Sesaat aku teringat akan masa kecilku yang selalu ditemani ayah ketika bermain dan bersenda gurau. Ayah selalu menyempatkan waktunya untukku.Â
Mengajarkanku bersepeda, menemaniku bermain, mengantarkanku ke sekolah dan juga menjemputku dari sekolah, mengambilkan rapor untukku, memberikan semangat ketika aku lemah, mendukungku ketika aku terpuruk, menghiburku ketika aku bersedih. Tapi aku belum bisa memberikan yang terbaik untukmu ayah.
Mataku kini mulai berkaca-kaca lagi. Kupercepat makanku. Aku takut kalau mereka melihatku bersedih lagi. Mereka tidak boleh ikut bersedih lagi. Cukup aku saja. Â Aku ingin mereka bisa tersenyum dan bahagia lagi.
Malam ini aku sudah tidur di kamarku. Sebelum tidur aku meraih buku catatan harianku di meja. Dibuku itu lah aku menulis semua rasaku, hariku, apa pun yang ingin aku tuliskan tentang diriku. Setelah itu kulanjutkan dengan tidur. Kutarik selimutku, kupadamkan lampu kamarku dan kupejamkan mataku.