"Enggak, pengen aja, hehe," jawab Ratri ngeles, "abis, kamu lucu. Haha."
Huh! Rey merengut. "Pulang yu, nanti dicariin Eyang," ajaknya.
Ratri mengangguk,"Tapi, aku ingin melihat sunset dulu, ya?"
Dengan senang hati, Rey pun mengabulkan. Di bibirnya tercetak secercah senyum.
***
Baru kali ini, Rey merasa bahwa waktu setahun ternyata lama. Baru kali ini pula dia membuktikan bahwa benar setahun terdiri atas tiga ratus enam puluh lima hari, setidaknya dari tanda silang yang berhasil dia bubuhkan pada kalender yang tergantung di dinding kamar. Â Dan kali ini, dia sangat percaya kalau menunggu benar-benar pekerjaan yang membosankan.
Tak heran, ketika hari yang dinanti pun tiba, dia telah bersiap untuk menjemput Ratri, di taman ini, seperti awal bertemu. Namun, sudah lebih dari tiga jam, sosok yang ditunggunya belum juga datang.
Masihkah harus menunggu?Bisik hatinya resah. Padahal untuk tiba di hari ini sudah melalui penantian yang panjang. Ah! Dia membuang napas. Berkali-kali melirik jam tangannya, berkali-kali pula menoleh ke arah jalan yang mungkin akan diinjak Ratri. Taman ini memang bersebrangan dengan terminal, dan dilewati angkutan umum, maka tak heran kalau banyak penumpang yang menjadikannya serupa halteu.
"Rey!" terdengar seseorang memanggil dari arah belakang. Suaranya begitu khas. Lelaki yang sedari tadi duduk di bangku taman itu segera menoleh dan mendapati seseorang yang ditunggunya sedang berjalan mendekat. Ratri! Hatinya terlonjak. Tapi, gadis itu tidak sendiri! Siapakah lelaki yang berjalan di sampingnya? Sejenak Rey memperhatikan, meski usianya di atas mereka, tapi terlihat masih muda, gagah, dan sepertinya sudah mapan.
Rey tidak tahu, bahkan baru kali ini melihat sosok itu. Dan, Ratri tidak pernah bercerita, kalau dia akan diantar seseorang! Seketika Rey merasa lututnya gemetar, lalu satu per satu persendiannya saling terlepas. Lemas. Dia merasa energi di dalam tubuhnya menguap, terserap udara panas yang tiba-tiba menjalar ke setiap pembuluh darah, lalu menjelma sesak yang membuatnya sulit bernapas. Jantungnya berdegup lebih kencang. Tapi, dia harus berusaha sebisa mungkin untuk tetap tegak dan menjaga air muka agar tidak berubah!
"Rey, apa kabar?" sapa Ratri begitu tiba di depannya. Wajahnya berseri, suaranya begitu renyah, senyumnya manis terkembang. Lalu mengulur tangan, mengajak bersalaman.