"Ayo dimakan, utangku sudah lunas, ya!" Rey menyilahkan, tapi masih saja terdengar ketus.
"Padahal kalau gak ikhlas, gak usah maksain!" tukas Ratri tak kalah ketus. Pandangannya tajam menatap lelaki yang duduk di depannya, dan sudah bersiap akan menyantap makanannya.
"Kok nyolot sih? Maksud kamu, apa?" sengit Rey, dengan nada agak meninggi. Matanya lekat membalas tatapan itu. Pisau dan garpu yang sudah dipegangnya, lalu dilepaskan.
"Kamu yang kenapa? Salah aku apa? Dari tadi jutek mulu! Yang janji ngajak ke sini siapa?" sergah Ratri, juga dengan suara agak meninggi. Pandangannya belum berpaling.
"Kok, jadi marah?" Rey malah bingung. Suaranya terdengar menurun, pandangannya meredup.
"Yang bikin marah, siapa?" tuding Ratri. Wajahnya cemberut. "Pulang, aku mau pulang!" lanjutnya.
"Lho, lho, kan kuenya belum dimakan?" Rey tambah bigung. Benar-benar tidak mengerti dengan tingkah Ratri.
"Biarin! Aku mau pulang!" tandas gadis itu seraya bangkit dari tempat duduk. Wajahnya terlihat memerah.
Rey semakin bingung. "Kenapa? Kok tiba-tiba minta pulang?"
Tapi Ratri tak menyahut, melainkan benar-benar melangkah ke luar. Dan Rey tak bisa lagi menahan. Dia hanya menghela. "Aneh!" katanya bersungut.
Mau tidak mau, Rey mengejar gadis itu. Namun, terlebih dahulu meminta pelayan untuk membungkus semua makanan mereka yang belum disentuh.