“Kalau begitu, aku beli semua ya Mas,” ucapnya.
Aku kaget sekali,”Mbak mau beli?” tanyaku.
Ia mengangguk,”Tolong bawakan ke rumah ya,” ia kembali bersedekah senyum.
Aku tecengang, cuma bisa mengangguk. Bahkan lupa menawarkan harga.
Kami berdua berjalan beriringan. Menapaki gang-gang cekak. Beberapa kali para lelaki bersiul-siul. Ya, siapa yang tidak tertikam pakaian seksi. Sampailah kami berdua di sebuah rumah. Bangunannya sudah cukup lawas. Ada sebuah gambar bibir di bagian dinding depan rumah. Di teras ada dua kursi dan meja kecil. Dua wanita sedang duduk sambil mengisap rokok.
“Nah, turunkan di sini saja.” Katanya
Aku menurunkan sekarung beras.
Wanita yang duduk itu segera menyingkir. Mereka berdua saling memberi isyarat. Entah apa, aku juga tak paham.
“Mas siapa tadi?” tanyanya.
“Qorib Mbak, Fathul Qorib,”jawabku dengan napas tersendat-sendat.
“Iya, Qorib. Panggil aku Vaivy,” menjulurkan tangan.