Tak lama, Nana muncul membawa tumpukan gantungan. Meletakkannya lalu mulai menjemur juga. Hening ....
"Maaf, ya ...," kataku mencoba menghalau bungkam.
Tak ada jawaban.
Kutarik napas panjang, masa hanya karena jeruk nipis, kondisi menjadi runyam begini.
"Dek, aku lapar." Kuraih tangan Nana. Mencoba meleraikan suasana. Namun tanganku di sentak.
"Emang Mas pikir, Mas aja yang belum makan?" Suara Nana menusuk jantungku.
"Lalu kenapa ikannya kamu kasih kucing?"
"Mas peduli dengan ikan? Kalau Mas peduli, harusnya jam setengah tujuh, Mas sudah sampai rumah!"
"Tapi tadi malam--."
"Aku tak peduli dengan alasan Mas, yang aku peduli, Â kita tak punya apa-apa, cuma ada 2 butir telur dan seperempat kilo ikan. Jika ikan tak segera di goreng maka akan busuk. Jadi daripada busuk, kulempar saja untuk kucing?" Napas Nana tersengal, air mata mulai merebak.
Kurengkuh tubuh mungilnya, tak hendak menyalahkan. Kesulitan hidup yang tiga bulan ini kami rasakan setelah aku di PHK, membuat Nana jadi sensitif.