"Nek, mau kemana?" tanyaku.
Wajah itu tampak kebingungan. Aku bangkit dari motor dan mengulang pertanyaanku.
"Nenek, mau kemana?"
"Mau kemana ya, Nak? Biasanya naik angkot merah, sampe ujung. Jalan kaki sebentar, masuk gang, terus sampe," jawabnya.
"Trus kenapa nenek bisa jalan kaki?"
"Tadi supir angkotnya nuruni tengah jalan, dia ndak mau antar sampai ujung, sepi! Katanya rugi, Nenek ndak bayar tapi bingung naik apa lagi. Akhirnya jalan aja." Wajahnya tampak letih, entah sudah berapa lama dia berjalan.
"Nenek punya catatan alamat?"
Diaduk-aduk tas hitam miliknya, tapi belum menemukan apa yang dicari. Wajah tua itu makin tampak resah, tubuhnya melemah dan akhirnya memilih duduk di pinggir jalan.
Iba hatiku melihatnya.
"Pelan-pelan saja, Nek. Aku nggak buru-buku kok," kataku mencoba menenangkan hatinya.
Tangan tua itu mulai mencari lagi, meneliti setiap sudut tasnya.