Mohon tunggu...
Jaid Brennan
Jaid Brennan Mohon Tunggu... Penulis Freelance -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pelangi Pucat Pasi - Bagian 6 - Schizophrenia

27 Desember 2016   06:04 Diperbarui: 27 Desember 2016   07:35 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Habiskan! Biargemuk!!” kupaksa mulutku untuk menerima makanan yang tidak biasa kumakan. Akumemikirkan, makanan itu adalah makanan kesukaanku agar aku bisa menelannya. Duabuah burger dan dua cup soft drink ukuran besar sudah masuk ke dalam mulutku.Rasanya aku ingin muntah. Perutku mulai mual. Namun segera kupikirkan sesuatuyang menyenangkanku agar aku tidak muntah. Tampak orang-orang di fast food itumemperhatikanku, memperhatikan pakainaku yang hanya singlet dan celana pendekdan mungkin memperhatikan apa yang dilakukan Bapak angkatku padaku. Selesaimakan kembali aku mengikuti dia jalan. Dan kami menuju sebuah counter baju. Diamembelikan satu kaos dan satu celana jeans untukku sebelum akhirnya kamipulang. Mobil BMW itu melaju  tenangmenyusuri jalanan kota yang terik, sebelum akhirnya berhenti di lampu merah.Saat lampu sudah hijau, mobil kami siap jalan, namun sebuah mobil Avanza hitammenghalangi. Dengan sumpah serapahnya Bapak angkatku membunyikan klaksonberulang kali hingga membuat suasana tidak nyaman. Melihat letter di mobil yangkami tumpangi semua mobil itu mengalah dan membiarkan kami lewat. Sampai dirumah cepat-cepat aku naik ke kamarku untuk melepas semua ketegangan selama akuberada di dekat Bapak angkatku. Namun baru saja aku ingin menghempaskan tubuhlelahku di peraduan, sebuah panggilan membuatku harus segera turun. Suara yangsudah mulai akrab aku dengar. Ya... siapa lagi kalau bukan Bapak angkatku.

“Syaaan…turun.Jadi burung kamu nanti di atas terus.” Aku segera berlari menuruni tangga namunsatu kakiku tersangkut oleh sesuatu. Dan tak ayal lagi tubuhku terjungkal daritangga. Sesaat pandanganku memudar untuk kemudian kembali jelas. Sayup-sayupkudengar kembali Bapak angkatku memanggilku. Membuatku harus cepat bangkit dankembali berlari. Sampai di depannya aku tidak menyadari ada darah yang mengalirdari lenganku.

“Kenapalenganmu?” katanya.

“Jatuh Pak ditangga.”

“Kenapa bisajatuh.”

“ Tadi  lari, Pak.”

“Kenapa haruslari-larian…bodoh kamu.”

“Kan tadi Bapakteriak-teriak memanggil Syan”.

“Lain kalihati-hati. Minta mbok Ti  mengobatilenganmu setelah itu ke sini“.

“Baik Pak”. Akusegera menemui mbok Ti pembantu rumah itu. Setelah diperban dan diberi obatmerah, aku segera kembali di depan TV di dekat bapak angkatku. Biasanya akubisa pergi kalau dia sudah tidur. Aku hanya diam dan menajawab sekali dua kalipertanyaannya. Sementara aku tetap diam dan tak bersuara kalau tidak ditanya.Hal ini membuatku seperti orang bodoh. Sementara waktu terus bergulir dan jamdinding sudah menunjukkan pukul 21.00. Sementara aku belum melakukan apa-apauntuk diriku sendiri. Jangankan mengerjakan PR, bahkan mandi pun aku belumsempat. Suara TV yang menyiarkan siaran berita dengan volume besar, tidakmembuatnya terganggu. Kulirik Bapak angkatku yang rebahan di sofa matanya 

tampak menutup dan tubuhnya sudah tak bergerak. Hanya terlihat nafasnyayang teratur. Perlahan-lahan aku beringsut mundur. Dan segera beranjakkekamarku. Dan di saat Bapak angkatku belum bangun aku sudah berangkat sekolah.Aku lebih baik berangkat jalan kaki dari pada diantar yang hanya membuat sopirPak Susastio merasa tidak suka hanyamengantar anak ingusan sepertiku. Sejak saat itu aku berpikir lebih baikberangkat sekolah jalan kaki dari pada diantar pakai mobil yang hanya membuataku merasa tidak enak. Di sekolah aku mendapatkan teman-teman yang baru yangjauh lebih baik dari teman-temanku sebelumnya. Di sini tak ada yang mengejekkuanak haram, tidak ada yang menggangguku dengan menyembunyikan tasku ataumengambil buku PRku. Kadang aku merasa menang bisa lari dari semua yangmenggangguku. Namun di sisi lain aku juga harus bisa menghadapi Bapak angkatku.Aku sendiri tidak tahu bagaimana bapak angkatku yang seorang mantan Pejabat itubisa bersikap kasar dan aneh padaku. Aku benar-benar tidak mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun