Selesailah sudah Paiman memasang jaring dan di jatuhkan jangkarnya yang terbuat dari pecahan karang di sebuah tempat yang teduh bawahnya pohon yang cabang nya menjulur kearah laut, sembari membuka bungkusan nasinya untuk sarapan. Pada. waktu mau melahap nasi yang terakhir, dari tengah laut melihat gulungan kabut putih menuju kearahnya dia tertegun, mulut ternganga siap untuk menyantap nasi tapi berhenti di tengah jalan karena melihat sesuatu yang aneh.
Kemudian kabut menyentuh tubuh Paiman, terasanya ada pusaran angin yang sangat cepat sehingga ia memejamkan matanya. Lebih heran lagi setelah matanya bisa melihat lagi, keadaan sekelilingnya berbeda sekali dengan tempat semula, yang biasanya di singgahi setiap hari. Dia terduduk di padas yang lebar menghadap ke Samudra yang luas sejauh mata memandang. Namun air laut terliat tifak begitu jelas karena terhalang kabut putih yang membiru, dari kejauhan terdengar sayup sampai deburan gelombang yang tersentuh pendengarannya. Padahal lautan yang di hadapannya tidaklah bergelombang hanya terlihat riakan kecil gemerlapan bagaikan mutira berserakan.
Paiman bergumam dalam bathinnya: Aku ini berada di mana perasaan agak aneh begini, sama bulu kuduk merinding begini, aaah . . . mungkin hanya mimpi. Waaaduuh !!! itu apa yang bergelinding, menuju kesini lagi, mau lari gak bisa rasanya badanku berat sekali, perahu juga tidak kelihatan, ooooh nasibku.
Wa . . . ha ha ha, salah sapa anda datang kaya layangan (kata nahluk yang baru datang).
+ Waduh kamu bikin kaget orang/ Ga. paman yang datang pada saya (paiman menjawab)
- Salah, abang yang datang pada paman, sabab alamnya alam paman.Â
+ Jangan jangan alamnya salah kaparah dan paman bangsa apa ? Sudah lah jangan mangap terus bibirku pegel.
- Di sini adalah alam Jin, yang berlokasi di atas lautan samudra Hindia yang kata orang orang disini Lautkidul.
+ Ha ! Kalau begitu paman sendiri seorang Jin ?
- Betttttul sekali aku Jindul alias Jin Gundul.
+ Saya kenapa berada di alam paman Jinnndul ?