"Nis, besok kamu mau nggak nemenin aku ke pecinan?"
"Ngapain, Dit?"
"Beli pernak-pernik buat imlek. Kamu mau kan?"
Annisa tercenung. Mungkin dulu dia akan langsung berkata 'ya' pada ajakan Radit. Namun sekarang, dia harus berpikir dua kali. Batas antara dirinya dan Radit sekarang semakin jelas. Annisa bingung harus menjawab apa, tapi dia tidak ingin melukai perasaan Radit. Radit adalah teman dekatnya sejak kecil. Sejak dia baru lahir di dunia pun, Radit sudah menjadi temannya.
"Radit, aku akan ikut kalau ada orang lain yang ikut juga."
"Maksudnya?"
"Kita pergi ramai-ramai, nggak berdua."
Tatapan Radit mendadak hampa.
"Iya, Nis. Aku akan ajak teman lagi."
Jawaban Radit menyiratkan kekecewaan. Annisa bisa melihat jelas kekecewaan itu. Biasanya mereka selalu bercanda, bernyanyi, dan pergi kemana pun berdua. Mereka adalah sahabat yang tidak terpisahkan. Namun sekarang mereka sudah tumbuh dewasa. Masing-masing mempunyai pilihan hidup sendiri, dan ini sudah menjadi pilihan Annisa.
***